Tuesday, May 24, 2011

Peran UKM Dalam Perekonomian Indonesia

UKM (Usaha Kecil Menengah) memegang peranan yang sangat besar dalam memajukan perekonomian Indonesia.Selain sebagai salah satu alternatif lapangan kerja baru,UKM juga berperan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi pasca krisis nmoneter tahun 1997 di saat perusahaan-perusahaan besar mengalami kesulitan dalam mengembangkan usahanya.Saat ini,UKM telah berkontribusi besar pada pendapatan daerah maupun pendapatan negara Indonesia.

UKM merupakan suatu bentuk usaha kecil masyarakat yang pendiriannya berdasarkan inisiatif seseorang.Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa UKM hanya menguntungka pihak-pihak tertentu saja.Padahal sebenarnya UKM sangat berperan dalam mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Indonesia.UKM dapat menyerap banyak tenaga kerja Indonesia yang masih mengganggur.Selain itu UKM telahberkontribusi besar pada pendapatan daerah maupun pendapatan negara Indonesia.

UKM juga memanfatkan berbagai Sumber Daya Alam yang berpotensial di suatu daerah yang belum diolah secara komersial.UKM dapat membantu mengolah Sumber Daya Alam yang ada di setiap daerah.Hal ini berkontribusi besar terhadap pendapatan daerah maupun pendapatan negara Indonesia.

Usaha kecil menengah telah terbukti mampu hidup dan berkembang di dalam badai krisis selama lebih dari enam tahun, keberadaannya telah dapat memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar hampir 60%, penyerapan tenaga kerja sebesar 88,7% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia dan kontribusi UKM terhadap ekspor tahun 1997 sebesar 7,5% (BPS tahun 2000). Dalammenghadapi era perdagangan bebas dan otonomisasi daerah maka pengembangan UKM diarahkan pada : (1). Pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM; (2). Pengembangan lembaga-lembaga financial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal yang transparan dan lebih murah; (3). Memberikan jasa layanan pengembangan bisnis non finansial kepada UKM yang lebih efektif; dan (4). Pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri. Berkembang atau matinya usaha kecil menengah dalam era perdagangan bebas tergantung dari kemampuan bersaing dan peningkatan efisiensi serta membentuk
jaringan bisnis dengan lembaga lainnya.

Beberapa keunggulan UKM terhadap usaha besar antara lain adalah :
�� Inovasi dalam teknologi yang telah dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk.
�� Hubungan kemanusiaan yang akrab didalam perusahaan kecil.
�� Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau penyerapannya terhadap tenaga kerja.
�� Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis.
�� Terdapatnya dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan.


Potensi dan Kontribusi UKM terhadap Perekonomian

Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Peran usaha kecil dan menengah (UKM) dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari: (1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2) penyedia lapangan kerja yang terbesar, (3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta (5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Posisi penting ini sejak dilanda krisis belum semuanya berhasil dipertahankan sehingga pemulihan ekonomi belum optimal.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha-usaha kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro (yaitu usaha dengan jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar), pada tahun 2000 meliputi 99,9 persen dari total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp. 1 Milyar dan Rp. 50 Milyar) meliputi hanya 0,14 persen dari jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi UKM sebagai keseluruhan meliputi 99,9 per sen dari jumlah total usaha yang bergerak di Indonesia.

Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen. 1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan; 2. Departemen Koperasi dan UKM, namun demikian usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar.

Besarnya peran UKM ini mengindikasikan bahwa UKM merupakan sektor usaha dominan dalam menyerap tenaga kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan BPS (2000), pada tahun 1999 usaha-usaha kecil (termasuk usaha rumah tangga) mempekerjakan 88,7 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia., sedangkan usaha menengah mempekerjakan sebanyak 10,7 persen. Ini berarti bahwa UKM mempekerjakan sebanyak 99,4 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia. Disamping ini nilai tambah bruto total yang dihasilkan usaha-usaha kecil secara keseluruhan meliputi 41,9 per sen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 1999, sedangkan usaha-usaha menengah secara keseluruhan menghasilkan 17,5 persen dari POB (Iihat juga Thee Kian Wie, 2001). Dengan demikian, nilai tambah bruto total yang dihasilkan UKM secara keseluruhan hampir sebesar 60 persen dari PDB.

Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar didalam negeri, merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar dampak globalisasi. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan UKM saat ini dirasakan semakin mendesak dan sangat strategis untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UKM dapat tercapai dimasa mendatang. Dengan berkembangnya perekonomian rakyat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan masyarakat secara keseluruhan.

Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha kecil yang bergerak disektor pertanian. Pada tahun 1996 data Biro Pusat Statistik menunjukkan jumlah UKM = 38,9 juta, dimana sektor pertanian berjumlah 22,5 juta (57,9%), sektor industri pengolahan = 2,7 juga (6,9 %), sektor perdagangan, rumah makan dan hotel = 9,5 juta (24%) dan sisanya bergerak dibidang lain. Dari segi nilai ekspor nasional (BPS, 1998). Nilai ini jauh tertinggal bila dibandingkan ekspor usaha kecil negara-negara lain, seperti Taiwan (65 %), Cina 50 %), Vietnam (20 %), Hongkong (17 %), dan Singapura (17 %). Oleh karena itu, perlu dibuat kebijakan yang tepat untuk mendukung UKM seperti antara lain: perijinan, teknologi, struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan.



Krisis ekonomi telah mengakibatkan jumlah unit usaha menyusut secara drastis (7,42%), dari 39,77 juta unit usaha pada tahun 1997 menjadi 36,82 juta unit usaha pada tahun 1998, dan bahkan usaha menengah dan besar mengalami penurunan jumlah unit usaha lebih dari 10%. Usaha menengah relatif yang paling lamban untuk pulih dari krisis ekonomi, padahal usaha menengah memiliki peran strategis untuk menjaga dinamika dan keseimbangan struktur perekonomian nasional dan penumbuhan kehidupan yang lebih demokratis.



Usaha mikro, kecil dan menengah memberikan lapangan kerja bagi 99,45% tenaga kerja di Indonesia, dan masih akan menjadi tumpuan utama penyerapan tenaga kerja pada masa mendatang. Selama periode 2000 – 2003, usaha mikro dan kecil telah mampu memberikan lapangan kerja baru bagi 7,4 juta orang dan usaha menengah mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 1,2 juta orang. Pada sisi lain, usaha besar hanya mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 55.760 orang selama periode 2000 – 2003. Hal ini merupakan bukti bahwa UMKM merupakan katup pengaman, dinamisator dan stabilisator perekonomian Indonesia.


Argumentasi Perlunya Pembangunan UMKM Diprioritaskan

Untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi, maka pembangunan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) perlu memperoleh perhatian, mengingat:

1. Pertumbuhan ekonomi memerlukan dukungan investasi. Pada kondisi ekonomi Indonesia saat ini relatif akan sulit menarik investasi. Untuk itu, keterbatasan investasi perlu diarahkan pada upaya mengembangkan wirausaha baru, yang notabene adalah UKM, karena memiliki ICOR yang rendah dengan lag waktu yang singkat. Usaha Kecil pada tahun 2003 rata-rata hanya memerlukan investasi sebesar Rp 1,5 juta per unit usaha yang dapat menghasilkan PDB sebesar Rp 4,3 juta atas dasar harga konstan tahun 1993. Jika pemerintah mampu mengalokasikan dana yang memadai dan tepat sasaran untuk UMKM melalui Lembaga Keuangan yang ada, maka akan dapat mendorong lahirnya usaha mikro dan kecil sebanyak 6,67 juta orang dan mampu menghasilkan tambahan PDB sebesar 28,67 Triliun (ADH 1993) yang setara dengan 6,45% pertumbuhan ekonomi nasional.

2. UKM mampu menyerap 99,45% tenaga kerja di Indonesia. Berkembangnya wirausaha sebanyak 6,67 juta dalam lima tahun, dengan asumsi kemampuan penyerapan tenaga kerja oleh usaha kecil sebesar 1,6 orang tenaga kerja per unit usaha, maka usaha kecil diharapkan mampu memberikan lapangan kerja baru bagi 10,67 juta orang. Jika pertumbuhan penyerapan tenaga kerja oleh sektor usaha besar dan menengah konsisten, maka sasaran pengangguran sebesar 5,1% (atau hanya 5,94 juta orang menganggur, yang berarti 110,6 juta orang bekerja dari perkiraan 116,516 juta angkatan kerja pada tahun 2009) akan dapat dicapai. Bahkan jika pengembangan kewirausahaan dan penumbuhan unit usaha baru dilaksanakan secara optimal, pengangguran terbuka akan dapat ditekan pada angka 3,28% pada tahun 2009.

3. Pengembangan UMKM diharapkan akan meningkatkan stabilitas ekonomi makro, karena menggunakan bahan baku lokal dan memiliki potensi ekspor, sehingga akan membantu menstabilkan kurs rupiah dan tingkat inflasi. Pembangunan UMKM akan menggerakkan sektor riil, karena UMKM umumnya memiliki keterkaitan industri yang cukup tinggi. Sektor UMKM diharapkan akan menjadi tumpuan pengembangan sistem perbankan yang kuat dan sehat pada masa mendatang, mengingat non-performing loannya yang relatif sangat rendah. Pengembangan UMKM juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di bidang pendidikan, kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia lainnya.

4. Adanya lapangan kerja dan meningkatnya pendapatan diharapkan akan membantu mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman dan damai; adil dan demokratis; serta sejahtera. Sulit mewujudkan keamanan yang sejati, jika masyarakat hidup dalam kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi. Sulit mewujudkan demokrasi yang sejati, jika terjadi ketimpangan ekonomi di masyarakat, serta sulit mewujudkan keadilan hukum jika ketimpangan penguasaan sumberdaya produktif masih sangat nyata. Pembangunan UMKM merupakan salah satu jawaban untuk mewujudkan visi Indonesia yang aman, damai, adil, demokratis dan sejahtera.



Sumber :

- www.scribd.com
- www.docstoc.com
- www.fe.trisakti.ac.id


Saturday, May 7, 2011

Pengangguran di Indonesia

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, istilah usia kerja merujuk pada kelompok penduduk yang berusia di atas 15 tahun ke atas. Menurut pendekatan angkatan kerja (labour force approach) yang dianut di hampir semua negara, usia kerja itu dibagi habis (all-inclusive) kedalam dua kelompok besar yang saling terpisah (mutually exclusive): angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. ‘Dibagi habis’ berarti tidak ada penduduk usia kerja yang tidak tercakup dan ‘saling terpisah’ berarti tidak ada yang tercakup dalam dua kategori itu. Masing-masing kelompok besar itu selanjutnya dibagi ke dalam beberapa komponen. Komponen angkatan kerja ada dua yaitu bekerja dan menganggur. Komponen bukan angkatan kerja ada tiga: sekolah, mengurus rumahtangga dan lainnya. Pembagian ini dapat disajikan dalam bentuk skema berikut:
Penduduk Usia Kerja :

Angkatan Kerja :
1. Bekerja
2. Menganggur

Bukan Angkatan Kerja :
1. Sekolah atau kuliah
2. Mengurus rumah tangga
3. Lainnya

Populasi terbagi dalam dua grup:
1. kelompok umur di bawah 15 tahun (bukan usia produktif)
2. kelompok umur 15 tahun ke atas (usia produktif)

Tenaga Kerja
Penduduk usia 15 tahun ke atas yang sedang bekerja, yang memiliki pekerjaan namun sementara tidak bekerja, seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan dikategorikan bekerja.

Bukan Tenaga Kerja
Penduduk berusia 15 tahun ke atas tetapi tidak termasuk dalam tenaga kerja, adalah mereka yang bersekolah, ibu rumah tangga, dan lainnya.

Pekerja/Karyawan
Mereka yang bekerja untuk memperoleh upah/gaji atau membantu orang lain untuk mendapat keuntungan sekurang-kurangnya satu (1) jam pada hari seminggu sebelum pencacahan. Pada Sensus Penduduk 1971, mereka yang bekerja untuk mendapatkan keuntungan, selama skala pencacahan, sekurang-kurangnya dua (2) hari pada hari seminggu sebelum pencacahan.

Mempunyai pekerjaan, namun sementara tidak bekerja
Mereka yang memiliki pekerjaan namun sementara tidak bekerja untuk beberapa alasan selama seminggu yang lalu

Mencari pekerjaan
Mereka yang tidak mempunyai pekerjaan, tetapi sedang mencari pekerjaan selama seminggu yang lalu.

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Mereka yang meninggalkan sekolah setelah mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi suatu tingkatan sekolah sampai akhir dengan mendapatkan tanda tamat/ijazah baik sekolah negeri maupun swasta. Pada tingkat sekolah dasar sampai dengan sekolah lanjutan atas, seseorang yang belum mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi, tetapi jika mengikuti ujian dan lulus, dianggap tamat. Untuk tingkat akademi/universitas adalah mereka yang mendapat gelar Sarjana Muda/Sarjana (BA, BSc, BcHk, Dr, Dra, Drs, Ir, SH dan sebagainya).
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.

Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.


Pengangguran Terbuka

Pengangguran Terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Proporsi atau jumlah pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. Disamping itu, trend indikator ini akan menunjukkan keberhasilan progam ketenagakerjaan dari tahun ke tahun.

Contoh ilustrasi mengenai pengangguran terbuka adalah seperti kasus berikut ini. Alyssa, 26 tahun, memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya sebagai sekretaris direktur di sebuah perusahaan multinasional karena dia tidak puas dengan kondisi kerja yang tidak kondusif dan gaji yang diterimanya lebih rendah daripada rekannya yang laki-laki walaupun dengan beban kerja yang sama. Dia saat ini sedang menjalani tes masuk kerja sebagai sekretaris dekan di FEUI Depok. Alyssa termasuk dalam pengangguran terbuka karena saat ini dia tidak sedang bekerja dan sedang menunggu panggilan kerja.

Keadaan Pengangguran di Indonesia

Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.

Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif, peraturan yang menghambat inventasi, hambatan dalam proses ekspor impor, dll.

Mengurangi angka pengangguran selalu menjadi prioritas program pemerintah. Namun, setiap tahun angka tersebut rasanya enggan berkurang. Jika pun berkurang, jumlahnya sangat kecil. Dari jumlah penganggur yang terdata, penganggur dari kalangan terdidik menunjukkan kecenderungan meningkat. Kecenderungan meningkatnya penganggur di kalangan kaum terdidik bisa jadi disebabkan kebijakan pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran kurang sejalan dengan preferensi pencari kerja. Setiap tahun, lebih dari 300.000 lulusan perguruan tinggi dari jenjang diploma hingga sarjana atau strata satu (S-1) siap memasuki pasar tenaga kerja. Tahun ajaran 2005/2006, misalnya, Departemen Pendidikan Nasional mencatat jumlah mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi negeri dan swasta sebanyak 323.902 orang. Namun, tidak semua yang lulus ini terserap oleh pasar.

Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2005 sebesar 11,8 juta penganggur terbuka, dan sekitar 390 ribu diantaranya adalah berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, penganggur sebagian besar ( 5,1 juta ) adalah berasal dari lulusan SLTA, baik umum maupun kejuruan. Sedangkan dari dari lulusan diploma dan sarjana jumlah yang menganggur berturut-turut sebesar 308.522 dan 395.538. setahun kemudian, yaitu tahun 2006 tercatat 395.554 lulusan sarjana tidak memiliki pekerjaan, tahun 2007 lulusan sarjana yang menganggur menjadi 566.588, tahun 2009 melonjak menjadi 701.651 sarjana yang menganggur. Sedangkan satu tahun berikutnya tidak terlalu terjadi perubahan jumlah yang signifikan.

Dengan kenaikan 1 persen pertumbuhan ekonomi yang hanya mampu menciptakan 265.000 lapangan kerja baru, praktis lulusan tersebut bersaing dengan sesama mereka. Juga, bersaing dengan pencari kerja lainnya yang telah berpengalaman dan tengah mencari peluang kerja baru. Lulusan yang kalah bersaing ini jelas akan menambah angka pengangguran. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2007 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, angka pengangguran terbuka berkurang menjadi 9,75 persen dibandingkan dengan periode Agustus 2006 yang besarnya 10,28 persen.

Meskipun menurun, jumlah penganggur dari kalangan perguruan tinggi justru meningkat. Jika pada Agustus 2006 penganggur dari kalangan terdidik ini sebanyak 673.628 orang atau 6,16 persen, setengah tahun kemudian jumlah ini naik menjadi 740.206 atau 7,02 persen. Tren kenaikan ini sudah terlihat sejak tahun 2003. Padahal, tahun-tahun sebelumnya penganggur terdidik sempat berkurang setelah pada 1999 mencapai angka tertinggi, yaitu 9,2 persen.

Hal ini harus diwaspadai, mengingat setiap tahunnya Indonesia memproduksi sekitar 300.000 sarjana dari 2.900 perguruan tinggi. Makin banyaknya sarjana yang menganggur disebabkan oleh rendahnya soft skill atau keterampilan di luar kemampuan utama dari sarjana yang bersangkutan. Salah satu upaya untuk mengatasi persoalan pengangguran, perlu hendaknya dikembangkan secara maksimal komitmen wirausaha (entrepreneurship) khususnya di kalangan pemuda, sedikitnya 2 persen dari jumlah penduduk.

Masalah pengangguran tersebut di atas salah satunya dipengaruhi oleh besarnya angkatan kerja. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 105,8 juta orang. Dari total 11,8 juta penganggur terbuka, sebagian besar di dominasi oleh lulusan dari SLTA, kemuadian lulusan SLTP dan lulusan SD. Ini berarti angkatan kerja di Indonesia kualitasnya masih rendah.

Keadaan lain yang juga mempengaruhi pengangguran adalah keadaan kesempatan kerja. Pada tahun 2005, jumlah orang yang bekerja adalah sebesar 93,9 juta orang. Sekitar 45 persen kesempatan kerja ini berada di sektor pertanian, yang hingga saat ini tingkat produktivitasnya masih tergolong rendah. Ciri lain dari kesempatan kerja Indonesia adalah dominannya lulusan pendidikan SLTA ke bawah. Ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang tersedia adalah bagi golongan berpendidikan rendah.

Dari gambaran di atas menunjukan bahwa kesempatan kerja di Indonesia mempunyai persyaratan kerja yang rendah dan memberikan imbalan yang kurang layak. Dampaknya adalah produktivitas tenaga kerja rendah.

Sumber :
http://www.datastatistik-indonesia.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran
http://www.scribd.com

Sumber Data:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=06¬ab=4
(pengangguran terbuka di Indonesia tahun 2005-2010)

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=06¬ab=1