Sunday, January 23, 2011

Cabai dan Sistem Ekonomi Indonesia

Menurut berbagai berita di media cetak maupun elektronik harga cabai sekarang melambung tinggi dan menembus angka yang fantastis pada kisaran 100 ribu perkilo gram nya. Bagi sebagian orang yang tidak suka makan cabai, harga cabai yang melambung tinggi itu tidak menimbulkan kecemasan yang bisa mengancam ekonomi keluarganya.
Namun disebagian masyarakat penikmat cabai, melonjaknya harga cabai dapat mempengaruhi daya belinya untuk barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Yang dapat langsung kena dampak melambungnya harga cabai adalah pengusaha kecil yang menjadikan cabai sebagai bagian bahan pokok produknya, lihat saja seperti pedagang bakso, empe empe Palembang dan perusahaan-perusahaan yang menyedikan jasa kuliner seperti rumah makan padang dan rumah makan khas Sambal Cibiuk.

Melonjaknya harga komoditas cabai ini juga menjadi pemicu terjadinya inflasi. Inflasi pada tahun 2010 terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan beras dan cabai, harga kedua komoditas tersebut terus melambung di setiap daerah. Harga Cabai yang melonjak hampir 200 -250% dari harga biasanya, harga cabai merah di sejumlah pasar tradisional di seluruh Indonesia berkisar antara 80 ribu hingga 100 ribu rupiah, hampir dua kali lipat lebih mahal daripada harga pada hari-hari biasa yaitu 35 - 40 ribu perkilogram.

Para pedagang di pasar tradisional mengungkapkan, penyebab kenaikan yang sangat menyolok ini terjadi karena kurangnya pasokan cabe merah ke pasar-pasar tradisional dari daerah penghasil karena masalah gagal panen akibat cuaca yang tidak menentu hampir di seluruh Indonesia. Di samping itu para spekulan memanfaatkan kesempatan untuk menimbun komoditi yang sedang mengalami kekurangan stok.

Pedagang serta penyedia jasa kuliner tentunya tidak mau hanya karena melambungnya harga cabai mereka menghentikan produksinya, karena akan menimbulkan cost yang tinggi dan dampak sosial yang tidak menguntungkan. Andaikan penjual bakso misalnya, menghentikan produksinya, maka berapa puluh unit-unit usaha yang berhubungan erat dengan bakso akan gulung tikar, dari mulai industri daging, terigu, minuman kemasan dan juga si penjualnya yang tidak punya kerjaan. Maka untuk mensiasati dari harga cabai melambung tersebut, para pengusaha tersebut beramai-ramai menaikan harga barang daganganya. Tentunya yang jadi korban adalah rakyat kecil yang tidak tercover oleh dunia usaha, mereka yang kerjaannya serabutan, kuli-kuli kasar, dan pedagang asongan. Mereka sudah terbebani dengan biaya hidup yang tinggi, dan hanya untuk mencicipi semangkuk bakso saja kegemarannya mereka harus berfikir ulang karena harganya sudah tidak mampu lagi mereka beli.

Hukum pasar membuktikan bahwa semakin barang sulit diperoleh maka barang itu menjadi primadona dan harganya pun meroket tinggi. Melambungnya harga capai karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya kondisi cuaca yang tidak menentu yang mengakibatkan sentra-sentra penghasil capai gagal panen ataupun ada permainan tengkulak yang sengaja menimbun persediaan cabai untuk mengeruk untung sebesar-besarnya dikemudian hari bila suatu saat cabai langka dipasaran dan dapat dibuktikan kurun terakhir ini.

Kelangkaan dan kesulitan masyarakat untuk memperoleh cabai dewasa ini hanya sebagian kecil dari berbagai permasalahan ekonomi di negeri ini. Kalau dirunut kembali perekonomian Indonesia sering kembali terjadi gejolak pasar yang mengakibatkan inflasi yang naik secara signifikan. Contohnya tatkala Pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi, respon pasar begitu terasa sekali, harga-harga melambung tinggi dan sulit ditekan walaupun pemerintah berkali-kali mengadakan opresi pasar dan daya beli masyarakat menurun.

Berbagai permasalahan tersebut, karena bangsa ini terjebak pada sistem ekonomi kapitalis. Ideologi Ekonomi kapitalis menyerahkan seluruh perekonomian pada sistem pasar, produk-produk yang dihasilkan harus bersaing dengan produk-produk yang lainnya, kalau lah produk itu kalah bersaing dari segi kualitasnya,maka lambat laun produk tersebut akan menghilang dipasaran karena pabriknya gulung tikar. Kenyataan itu kini menghantui produsen-produsen dalam negeri, akibat sudah dibelakukannya pergadangan bebas antar negara kita dengan Cina dan produk Cina kualitasnya lebih bermutu maka banyak produk dalam negeri mulai ditinggalkan oleh pemintnya dan beralih ke produk-produk cina dengan kualitas bagus dan harga yang terjangkau.

No comments:

Post a Comment