Wednesday, November 30, 2011

Analisis Jurnal Supply Demand Cengkeh

1. Pendahuluan

Cengkeh merupakan tanaman asli Indonesia, yang pada awalnya merupakan komoditas ekspor, berubah posisi menjadi komoditas yang harus diimpor karena pesatnya perkembangan industri rokok kretek. Selain digunakan sebagai bahan baku rokok, bunga, gagang dan daun cengkeh dapat disuling menghasilkan minyak cengkeh yang mengandung eugenol.

Pasokan minyak cengkeh Indonesia ke pasar dunia cukup besar yaitu lebih dari 60 persen kebutuhan dunia, tetapi produksi sebesar itu tergantung dari keadaan musim. Walaupun kebutuhan akan minyak cengkeh tidak diunggulkan di tingkat pasar internasional, tetapi setidaknya peluang usaha untuk memproduksi minyak cengkeh juga memberikan keuntungan yang cukup besar. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan tingkat supply demand dari komoditas minyak daun cengkeh & aspek-aspek yang ada di dalam pemasaran minyak cengkeh.

2. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan memakai metode sekunder, dimana data hasil penelitian diambil dari bagian Litbang, Departemen Pertanian.

3. Pengumpulan & Pengolahan Data

Permintaan
Minyak daun cengkeh memiliki pasar yang sangat luas terutama di pasar internasional. Misalnya, di wilayah Kulon Progo, permintaan minyak daun cengkeh oleh pedagang pengumpul, yaitu PT. Djasula Wangi di Solo, CV. Indaroma di Yogyakarta, dan PT. Prodexco di Semarang. Dari informasi yang terakhir dikumpulkan, permintaan minyak daun cengkeh selalu meningkat dan sering terjadi kelebihan permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas produksi industri kecil minyak daun cengkeh yang terbatas. Permintaan dalam jumlah besar untuk waktu yang singkat biasanya diusahakan secara berkelompok.

Tabel 1. Ekspor Minyak Daun Cengkeh



Sumber: BPS, 1997


Pemanfaatan minyak cengkeh, untuk dunia industri memang cukup luas. terutama untuk keperluan industri farmasi atau obat- obatan. Begitu juga untuk industri parfum, yang merupakan campuran utama untuk Geranium, Bergamot, Caraway, Cassie dan bahan untuk pembuatan vanillin sintetis sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Sebagian besar hasil produksi minyak daun cengkeh diekspor ke luar negeri.

Penawaran
Dari segi penawaran, suplai minyak daun cengkeh relatif masih kurang. Masih diperlukan tambahan produksi untuk memenuhi permintaan pasar. Selain Kabupaten Kulon Progo, sentra produksi pengolahan minyak daun cengkeh juga terdapat di Kabupaten Blitar dan Trenggalek. Produksi minyak daun cengkeh dari daerah Blitar cukup besar, dengan rata-rata setiap tahunnya mencapai 80 ton. Berdasarkan data Dinas Perindustrian Pertambangan dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Blitar, produksi rata-rata 80 ton per tahun itu hanya dihasilkan oleh 5 unit industri yang semuanya tergolong industri kecil.
Potensi usaha minyak daun cengkeh masih sangat luas di Indonesia terutama di daerah-daerah yang dekat dengan sumber bahan baku. Saat ini, cengkeh telah dibudidayakan di hampir seluruh wilayah Indonesia sehingga potensi untuk mendirikan usaha pengolahan minyak daun cengkeh sangatlah besar.
ASPEK PEMASARAN
Pemasaran minyak daun cengkeh dapat melalui para pedagang pengumpul maupun langsung ke pihak produsen barang jadi yang membutuhkan. Namun pada umumnya jalur penjualan ke pedagang pengumpul relatif lebih mudah. Harga yang ada di pasar perdagangan minyak daun cengkeh dalam negeri juga relatif stabil.

1. Harga

Harga minyak daun cengkeh relatif stabil pada tahun 2002 dan 2003. Pada awal tahun 2002 harga minyak daun cengkeh mencapai Rp 29.500,- dan pada tahun 2003 berfluktuasi antara Rp 23.000,- sampai Rp 25.000,- per kilogram. Harga tersebut juga cenderung stabil hingga memasuki tahun 2004. Fluktuasi harga minyak daun cengkeh sedikit banyak juga dipengaruhi oleh fluktuasi nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pada saat krisis tahun 1997, harga minyak daun cengkeh bisa mencapai Rp 57.000,- per kilogram (data primer). Berdasarkan data primer lapangan yang diperoleh, para pengusaha minyak daun cengkeh memperkirakan harga untuk kondisi breakeven point (BEP) atau impas adalah sekitar Rp 20.000,- per kilogram. Dengan melihat selisih harga pada kondisi BEP dengan harga jual di pasar, maka usaha ini cukup menjanjikan.

2. Jalur Pemasaran

Secara umum, jalur pemasaran minyak daun cengkeh tidak berbeda dengan komoditi pertanian lainnya. Di pemasaran dalam negeri, produsen menjual produk ke pedagang pengumpul atau agen eksportir. Barulah kemudian produk tersebut sampai ke tangan eksportir. Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian besar perdagangan minyak daun cengkeh adalah untuk ekspor.
Pada praktiknya, keadaan pasar sering dipengaruhi oleh orang yang pertama kali melakukan proses transaksi. Ada beberapa situasi pemasaran yang terjadi. Pertama, pihak produsen langsung menjual produk ke tengkulak, pedagang perantara, atau agen eksportir. Dalam hal ini, produsen memiliki posisi tawar yang lemah. Harga lebih banyak dipengaruhi oleh pembeli. Situasi kedua, pihak pembeli yang mencari produsen. Pada situasi ini, produsen dapat memperoleh harga yang relatif lebih baik. Hal ini seringkali terjadi, terbukti dengan adanya pemesanan dengan uang muka terlebih dahulu oleh pembeli kepada produsen sementara minyak daun cengkeh masih pada proses produksi.

Jalur pemasaran minyak daun cengkeh dari pengusaha pengolahan sebagian besar ditampung terlebih dahulu oleh para pengumpul. Dari survai di wilayah Kulon Progo, setidaknya ada tiga perusahaan pengumpul yang cukup besar, yaitu PT Djasula Wangi di Solo, CV Indaroma di Yogyakarta, dan PT Prodexco di Semarang.
Untuk jalur pemasaran luar negeri ada beberapa pihak yang mungkin terlibat, yaitu pemakai (end-user), broker murni, broker merangkap trader, dan pedagang (trader). Jalur perdagangan minyak daun cengkeh dapat digambarkan sebagaimana terdapat pada Gambar 1. Pemasaran tersebut juga dapat menjadi lebih pendek. Produsen menjual minyak daun cengkeh pada pedagang kecil dan pedagang besar dan kedua jenis pedagang tersebut langsung menjualnya pada eksportir, seperti ditunjukkan pada Gambar 1 bagian bawah.




3. Kendala Pemasaran
Kendala pemasaran yang utama pada minyak daun cengkeh ini adalah mata rantai perdagangan yang cukup panjang. Para pengusaha pengolahan minyak daun cengkeh masih mengalami kesulitan untuk memasok langsung ke eksportir atau end-user. Akibat panjangnya rantai perdagangan ini adalah ketidakseragaman mutu yang ditetapkan. Faktor yang harus diperhatikan dalam upaya pemasaran minyak daun cengkeh, terutama untuk tujuan ekspor adalah dengan memperhatikan kualitas, harga yang kompetitif dan keberlangsungan produksi. Secara umum, kendala pemasaran minyak daun cengkeh disebabkan oleh tiga hal, yaitu:
mutu yang rendah karena sifat usaha penyulingan minyak daun cengkeh yang umumnya berbentuk usaha kecil dengan berbagai keterbatasan modal dan teknologi,
pemasaran dalam negeri masih bersifat buyer market (harga ditentukan pembeli) karena lemahnya posisi tawar pengusaha pengolah, dan
harga yang berfluktuasi (dalam dan luar negeri) akibat tidak terkendalinya produksi dalam negeri dan persaingan negara sesama produsen.

4. Analisis & Pembahasan
Tingkat persaingan minyak daun cengkeh Indonesia di pasar internasional terutama ditentukan oleh kualitas minyak daun cengkeh yang dihasilkan Indonesia dan negara-negara pesaing, seperti Madagaskar, Tanzania dan Srilanka. Negara penghasil minyak atsiri bukan hanya berasal dari negara-negara berkembang saja, seperti Cina, Brasil, Indonesia, India, Argentina dan Meksiko melainkan juga negara maju, seperti Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Italia, dan Inggris. Perbedaannya, negara-negara berkembang lebih banyak memproduksi minyak atsiri menjadi bahan setengah jadi dan kemudian mengekspornya ke negara maju. Lain halnya yang dilakukan oleh negara maju. Meskipun mereka mengimpor bahan setengah jadi dari negara berkembang untuk diolah menjadi barang jadi, mereka mengekspornya sebagian kembali ke negara-negara lain termasuk negara berkembang dalam bentuk barang jadi dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Namun demikian, peluang pasar minyak daun cengkeh masih terbuka luas terutama di pasar dunia yang volume permintaannya terus meningkat.
Cengkeh yang dihasilkan Indonesia hampir seluruhnya untuk industri rokok di dalam negeri. Menurut data GAPPRI (2005) penggunaan cengkeh tahun 2000 - 2004 berkisar antara 85 ribu sampai 96 ribu ton, dengan rata-rata 92.133 ton/tahun. Trend kebutuhan (konsumsi) cengkeh untuk rokok kretek 1983-2004 meningkat sebesar 1,90%.
Lebih jauh, data BPS menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1998 - 2004 harga cengkeh berfluktuasi sangat tajam, mencapai Rp. 123.460,- pada saat panen kecil (tahun1999) dan anjlok menjadi Rp. 12.500,- pada saat panen besar (tahun 2003). Berdasarkan biaya produksi, harga yang layak menurut petani adalah Rp. 30.000,- Rp. 40.000,-/kg cengkeh kering. Dengan tingkat harga tersebut petani memperoleh 1/3 bagian keuntungan dari usahataninya, biaya panen mencapai Rp. 10.000,-/kg cengkeh kering dan biaya pemeliharaan hampir setara dengan biaya panen.
Harga minyak cengkeh di pasar dunia sangat ditentukan oleh harga bunga cengkeh di dalam negeri. Pada saat harga bunga cengkeh rendah yaitu tahun 2000 dan 2003, harga minyak cengkeh di pasaran dunia turun drastis. Ekspor dan impor cengkeh selalu berfluktuasi setiap tahunnya. Pada saat panen besar di dalam negeri, ekspor cengkeh meningkat seperti yang terjadi pada tahun 1998 dan 2003. Sebaliknya pada saat panen kecil impor cengkeh meningkat seperti yang terjadi pada tahun 1999-2001.


5. Daftar Pustaka
www.litbang.deptan.go.id
www.bi.go.id

Mata Kuliah : Teori Ekonomi
Dosen : Pak Prihantoro

1 comment: