I. Pendahuluan
Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber
pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Semakin besar
penyaluran dana dalam bentuk kredit dibandingkan dengan deposit atau
simpanan masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi semakin besarnya
risiko yang harus ditanggung oleh bank yang bersangkutan.
Pengelolaan dana oleh bank tidak hanya berupa penyaluran kredit, kepada
masyarakat akan tetapi bisa juga dilakukan dengan investasi atau
penanaman dana ke dalam aktiva produktif lainnya, yaitu surat-surat
berharga, seperti obligasi, dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dalam
rangka memperkuat likuiditas bank.
Likuiditas adalah tingkat kemampuan bank memenuhi kewajiban keuangan
yang harus dibayar. Tingkat likuiditas dapat diukur antara lain dengan
rasio keuangan yaitu Loan To Deposit Ratio (LDR) yang merupakan
rasio untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah
kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana oleh pihak ketiga. Menurut
Mulyono (1995:101), rasio LDR merupakan rasio perbandingan antara
jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat (kredit) dengan jumlah dana
masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Jadi, Loan To Deposit Ratio
(LDR) bisa dikatakan sebagai rasio antara besarnya seluruh volume
kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari
berbagai sumber. Dari pengertian tersebut maka penulis ingin mengetahui
apa fungsi utama dari LDR, perhitungannya, dan manfaatnya dalam dunia
perbankan.
II. Pembahasan
Penyebab LDR Rendah
Perbankan Nasional pernah mengalami kemerosotan jumlah kredit karena
diserahkan ke BPPN untuk ditukar dengan obligasi rekapitalisasi. Begitu
besarnya nilai kredit yang keluar dari sistem perbankan di satu sisi dan
semakin meningkatnya jumlah DPK yang masuk ke perbankan, maka upaya
ekspansi kredit yang dilakukan perbankan selama sepuluh tahun terakhir
sepertinya belum berhasil mengangkat angka LDR secara signifikan.
Fungsi LDR
LDR pada saat ini berfungsi sebagai indikator intermediasi perbankan.
Begitu pentingnya arti LDR bagi perbankan maka angka LDR pada saat ini
telah dijadikan persyaratan antara lain :
1. Sebagai salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan bank.
2. Sebagai salah satu indikator kriteria penilaian Bank Jangkar (LDR minimum 50%),
3. Sebagai faktor penentu besar-kecilnya GWM (Giro Wajib Minimum) sebuah bank.
4. Sebagai salah satu persyaratan pemberian keringanan pajak bagi bank yang akan merger.
5. Loan to Depsit Ratio (LDR) memberikan indikasi mengenai jumlah dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit.
LDR ini menjadi salah satu tolak ukur likuiditas bank yang berjangka
waktu agak panjang. Semakin tinggi tingkat LDR menunjukan semakin jelek
kondisi likuiditas bank, karena penempatan pada kredit juga dibiayai
dari dana pihak ke tiga yang sewaktu- waktu dapat ditarik. Untuk itu LDR
yang besarnya diatas 115% akan sangat berbahaya bagi kondisi likuiditas
bank.
Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa suatu bank meminjamkan seluruh dananya loan-up
atau relatif tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang rendah
menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap
untuk dipinjamkan (Latumaerissa,1999:23). Menurut Lukman Dendawijaya
(2003 : 116-124), LDR menggambarkan seberapa jauh kemampuan bank dalam
membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin
tinggi rasio LDR memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan
likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana
yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Loan to
Deposit Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:
Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu
bank adalah sekitar 85%. Batas toleransi berkisar antara 85%-100%
menurut Kasmir (2003:272), sementara batas aman untuk LDR menurut
peraturan pemerintah adalah maksimum 110 %. Tujuan penting dari
perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh
bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan operasi atau kegiatan
usahanya. Dengan kata lain LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk
mengetahui tingkat kerawanan suatu bank.
III. Penutup
Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya
kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan.Hal ini disebabkan karena
jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin
besar.
Tujuan penting dari perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta
menilai sampai berapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan
operasi atau kegiatan usahanya. Dengan kata lain LDR digunakan sebagai
suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank.
IV. Daftar Pustaka
Nurul, Wulansari dan Budi Hermana. Analisis Biaya Dana, Persentase
Aktiva Produktif, dan Pendapatan Sebagai Faktor Pembeda Antara Bank
Fokus dan Bank Terbatas Menurut Kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia. UG Jurnal Vol.2 No.2 Tahun 2008 : Jakarta.
Siswanto, Sutojo. 1997. Manajemen Terapan Bank. PT Pustaka Binaman Pressindo : Jakarta.
www.bi.go.id
Wednesday, June 6, 2012
Mekanisme Transaksi Pada Bank
Pembahasan mengenai Manajemen Dana Bank
diawali dengan penjelasan tentang dasar-dasar perbankan yang
menceritakan tentang perputaran dana dalam dunia perbankan. Sumber
dana yang masuk ke lembaga keuangan berasal dari masyarakat yang
kelebihan uang (surplus) disebut dengan Source of Fund. Kemudian
sumber dana tersebut setelah masuk ke lembaga keuangan akan dialirkan
lagi ke masyarakat yang kekurangan (defisit) disebut dengan Use of
Fund.
Mekanisme Kliring
Kasus 1
Joko membeli barang dari Atun dan
membayarnya dengan cek. Tetapi joko dan Atun menabung pada bank yang
berbeda. Setelah atun menerima cek dari Joko, kemudian cek tersebut
dibawa ke Bank B (bank tempat Atun menabung). Tujuannya adalah agar
Bank A (tempat Joko menabung) melakukan pinbuk ke rekening Atun di
Bank B. Bank B mengirimkan nota debit keluar kepada BI terhadap cek
yang diterima dari Joko, sebagai tindak lanjut kemudian BI mengirim
nota debit masuk ke Bank A agar Bank A mentransfer uang ke Bank B
sebesar yang tertera pada cek yang dibuat oleh Joko yaitu 50 juta.
Akibat dari transaksi kliring ini
menyebabkan jumlah rekening korang Bank B di BI bertambah ( kredit ),
dan rekening koran Bank A di BI berkurang (debit), masing-masing
jumlahnya sebesar 50 juta. Bank B akan meng kredit rekening Joko
Bank A dan Bank B membutuhkan perantara
dalam transaksi kliring tersebut yaitu BI. Syarat yang harus di
penuhi yaitu jumlah giro wajib minimum Bank A dan Bank B di BI
adalah sebesar 8% dari total seluruh dana masyarakat yang ada di Bank
A dan Bank B.
Kasus 2
Atun yang menabung di Bank B
mengirimkan uang tunai sebesar 100 juta kepada Joko yang menabung di
Bank A. Hal ini berakibat nilai tabungan atun di bank B berkurang
sebesar 100 juta dan di catat di sisi (debet di Liabilities).
Kemudian setelah itu Bank B mengirim
nota kredit keluar kepada BI sebagai pemberitahuan bahwa ada transfer
sejumlah uang keluar dari rekening Bank B ke Bank A. Selanjutnya BI
mengirim nota kredit masuk ke Bank A untuk memberitahu bahwa ada uang
masuk dari Bank B sebesar 100 juta.
Akibat dari transaksi kliring tersebut:
-tabungan Joko di Bank A bertambah dan
di catat di sebelah kredit pada sisi Liabilities.
-saldo rekening koran Bank A bertambah
sebesar 100 juta dicatat pada sisi kredit dan saldo rekening koran
Bank B berkurang 100 juta dicatat pada sisi debit.
Kasus 3
Penolakan Kliring
Joko mengirimkan cek sebesar 100 juta
kepada Atun, tetapi ternyata rekening giro joko di Bank A kurang dari
100 juta. Setelah menerima cek dari Joko, cek tersebut di bawa ke
Bank B (tempat Atun menabung). Bank B mengirimkan nota debit keluar
kepada BI, kemudian BI memeriksa jumlah giro tabungan Joko di Bank A
dan ternyata kurang dari jumlah yang dia tulis pada cek. Maka terjadi
penolakan kliring
Dari ketiga contoh kasus di atas, ada 3
istilah nota yang yang berhubungan dengan transaksi kliring (BI dan
Bank yang melakukan transaksi kliring), pengaruh terhadap saldo
rekening koran Bank-bank tersebut pada BI.
Jika saldo rekening koran
suatu bank pada BI plus (+) maka bank tersebut dikatakan menang
kriling. Sedangkan, jika memiliki salodo minus (-) maka bank
tersebut kalah kriling.
Call Money
Dalam pengelolaan asset
dan liabilities bank, bila bank mempunyai kelebihan dana, maka
kelebihan tersebut akan ditempatkan dalam suatu kegiatan yang
menghasilkan keuntungan. Kegiatan penempatan dana tersebut dilakukan
antara lain dalam bentuk penempatan pada bank lain. Kegiatan
penempatan dana pada bank lain dapat dilakukan melalui pasar uang
maupun langsung ke bank yang dituju. Beberapa instrumen pasar uang
yang dapat digunakan sebagai sarana penempatan dana pada bank lain
antara lain penempatan Call Money pada bank lain.
Ketika suatu bank yang
mengalami kalah kliring ingin bisa melakukan kliring maka giro wajib
minimum bank ( di BI ) yang kalah kliring tersebut tidak boleh lebih
rendah dari yang sudah ditetapkan oleh BI. Maka cara yang dapat
dilakukan adalah bank tersebut melakukan pinjaman kepada bank yang
menang kliring. Proses ini disebut Call Money
Transfer
Transaksi Keuangan Antar Kantor
Sebagai contoh, Bank BRI mempunyai
banyak unit kerja (kantor) yang tersebar di seluruh Indonesia,
sehingga dalam pencatatan transaksi antarkantor digunakan rekening
dengan nama Rekening Antar Kantor (RAK). Seluruh transaksi antar
kantor dilakukan melalui kantor pusat secara on line.
Untuk memahami proses Transaksi Antar
Kantor, berikut diilustrasikan proses terjadinya Transaksi Antar
Kantor.
Gambar di atas menjelaskan transfer
uang dari bank yang berbeda dan terletak pada lokasi yang juga
berbeda. Atun menabung di Bank BRI cabang Jakarta akan mengirim uang
sejumlah 50 juta kepada Joko yang menabung di BPD Papua. Tetapi
permasalahannya adalah Bank BRI tidak memiliki cabang di Papua dan
begitu juga Bank Papua tidak memiliki cabang di Jakarta.
Sehingga proses yang terjadi adalah
Bank BRI mentransfer uang tersebut ke BRI cabang Makasar, setelah itu
dari BRI cabang Makasar terjadi kliring ke Bank BPD cabang Makasar.
Kemudian BPD Makasar mentranfer ke BPD Papua.
Sehingga terjadi debit tabungan Atun
dan Kredit Giro Joko
Transaksi Perbankan Internasional
Metode Bank Draft
Salim yang tinggal di Arab ( menabung
di Bank Saudi ) ingin mengirim uang ke Indah yang berada di Jakarta
(menabung di BRI ). Mekanismenya sebagai berikut :
Salim yang tinggal di Arab ( menabung
di Bank Saudi ) ingin mengirim uang ke Indah yang berada di Jakarta
(menabung di BRI ). Mekanismenya sebagai berikut, Salim mengirim
sejumlah uang tersebut ke Bank Saudi, kemudian Bank Saudi akan
mentransfer uang tersebut ke BRI di Jakarta. Bank Saudi akan
mengirimkan pemberitahuan berupa surat kepada Indah bahwa Salim sudah
mengirim sejumlah uang ke rekening tabungan Indah.
Perhitungan Bunga Tabungan
Ada tiga metode untuk menghitung
besarnya bunga tabungan yaitu berdasarkan saldo terendah, saldo
rata-rata dan saldo harian.
35 juta adalah saldo terendah
35 juta adalah saldo terendah
Saldo awal bulan = saldo akhir bulan +
xxx (bunga)
bunga per tahun adalah 10 %
Wednesday, May 30, 2012
Perkembangan Tingkat Suku Bunga Deposito Untuk Jangka Waktu 6 Bulan dari Tahun 2006-2010
Berdasarkan data dari tabel dan gambar grafik di atas dapat kita lihat bahwa tingkat suku bunga deposito BPD pada umumnya adalah yang tertinggi dibandingkan dengan beberapa bank lain seperti BUMN, JN dan BUSN. Suku bunga deposito tahun 2006 dan 2008 memiliki nilai tertinggi (dengan kisaran nilai yang sama pada suku bunga 10%) dibandingkan pada tahun 2007, 2009 dan 2010.Suku bunga deposito pada tahun 2006 dan 2008 tersebut berada pada kisaran nilai 10%.
Inflasi merupakan salah satu dampak dari terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda suatu negara. Inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan hargaharga secara tajam (absolute) yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara.
Pada sekitar pertengahan tahun 2008, permasalahan inflasi semakin mencuat karena tingkat inflasi sudah mencapai angka dua digit yaitu sekitar 11,05 persen. Perbedaaan tingkat suku bunga yang cukup besar yang terjadi pada periode setelah krisis. Krisis yang demikian ini akan mengakibatkan beban hutang perusahaan terutama hutang-hutang dalam mata uang asing yang pembiayaannya tergantung dari bank menjadi besar karena bank sendiri mengalami kesulitan menyediakan likuiditas operasional sehari-hari. Akibat lebih lanjut, timbul Non Performing Loans (NPL) atau kredit macet yang secara langsung dan tidak langsung akan mengganggu (dalam jumlah yang besar bahkan akan menghentikan) operasional bank.
Tingginya angka NPL secara langsung akan menyebabkan turunnya kualitas aset pada neraca perbankan, disamping bertambahnya beban perbankan untuk menyisihkan dananya sebagai dana cadangan penghapusan kredit macet (allowance for doubtfull account).
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi inflasi adalah dengan menekan uang beredar. Efek dari kebijakan ini, bank-bank swasta maupun bank-bank pemerintah berlomba-lomba menaikkan suku bunga. Bunga yang diberikan oleh bank pada masyarakat merupakan daya tarik yang utama bagi masyarakat untuk melakukan penyimpanan uangnya dibank, sedangkan bagi bank, semakin besar dana masyarakat yang bisa dihimpun, akan meningkatkan kemampuan bank untuk membiayai operasional aktivanya yang sebagian besar berupa pemberian kredit pada masyarakat.
Suku bunga yang tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang memiliki tingkat risiko lebih besar. Sehingga dengan demikian, tingkat inflasi dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga.
Sumber : jurnal ekonomi dan bisnis
Friday, April 13, 2012
Masyarakat Harus Teliti dalam Memilih Bank
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, jumlah bank yang ada di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 130 bank. Jumlah bank yang banyak menyebabkan tingkat persaingan di dunia perbankan sangat tinggi.
Berdasarkan laporan keuangan perbankan di Indonesia, laba perbankan dari tahun 2000 sampai tahun 2004 terus mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2005 laba perbankan secara umum mengalami penurunan sebesar 23.56 %.
Kenaikan kredit macet yang secara umum dialami oleh bank-bank di Indonesia dapat disebabkan oleh adanya penurunan kualitas kredit yang disebabkan oleh penurunan kondisi keuangan debitur, adanya keterlambatan pembayaran, dan buruknya prospek usaha yang dijalani oleh debitor. Meningkatnya nilai kredit macet merupakan salah satu dari keputusan manajerial yang harus diatasi oleh bank disamping pengambilan keputusan investasi dan keuangan.
Terjadinya penurunan laba dan kenaikan nilai kredit macet terutama bagi bank-bank yang telah go public, menuntut nasabah untuk dapat memilih bank yang dapat menjamin dana yang mereka simpan. Hal ini dikarenakan banyak kasus yang terjadi ketika bank mengalami masalah keuangan dan tidak dapat mengembalikan dana yang disimpan oleh nasabah mereka. Pengelolaan dana yang sebaik mungkin merupakan bentuk tanggung jawab suatu bank terhadap dana yang didapat dari nasabah dan investor.
Lembaga keuangan seperti bank juga dimonitor oleh nasabah dan para investornya, khususnya terhadap pengelolaan modal yang dimiliki. Oleh karena itu bank seharusnya menyediakan informasi yang memadai mengenai kondisi keuangan dan kegiatan operasional yang mereka lakukan. Adanya penyediaan informasi ini menggambarkan tanggung jawab atas penggunaan modal yang diberikan investor dan nasabah. Informasi ini diharapkan dapat meningkatkan ketransparansian dan mencegah timbulnya masalah antara pihak bank dan pihak nasabah dan investor.
Berdasarkan laporan keuangan perbankan di Indonesia, laba perbankan dari tahun 2000 sampai tahun 2004 terus mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2005 laba perbankan secara umum mengalami penurunan sebesar 23.56 %.
Kenaikan kredit macet yang secara umum dialami oleh bank-bank di Indonesia dapat disebabkan oleh adanya penurunan kualitas kredit yang disebabkan oleh penurunan kondisi keuangan debitur, adanya keterlambatan pembayaran, dan buruknya prospek usaha yang dijalani oleh debitor. Meningkatnya nilai kredit macet merupakan salah satu dari keputusan manajerial yang harus diatasi oleh bank disamping pengambilan keputusan investasi dan keuangan.
Terjadinya penurunan laba dan kenaikan nilai kredit macet terutama bagi bank-bank yang telah go public, menuntut nasabah untuk dapat memilih bank yang dapat menjamin dana yang mereka simpan. Hal ini dikarenakan banyak kasus yang terjadi ketika bank mengalami masalah keuangan dan tidak dapat mengembalikan dana yang disimpan oleh nasabah mereka. Pengelolaan dana yang sebaik mungkin merupakan bentuk tanggung jawab suatu bank terhadap dana yang didapat dari nasabah dan investor.
Lembaga keuangan seperti bank juga dimonitor oleh nasabah dan para investornya, khususnya terhadap pengelolaan modal yang dimiliki. Oleh karena itu bank seharusnya menyediakan informasi yang memadai mengenai kondisi keuangan dan kegiatan operasional yang mereka lakukan. Adanya penyediaan informasi ini menggambarkan tanggung jawab atas penggunaan modal yang diberikan investor dan nasabah. Informasi ini diharapkan dapat meningkatkan ketransparansian dan mencegah timbulnya masalah antara pihak bank dan pihak nasabah dan investor.
Jumlah Giro, Tabungan dan Deposito Masyarakat Mempengaruhi Jumlah Kredit
Dengan bertambahnya jumlah bank, persaingan untuk menarik dana dari masyarakat semakin meningkat. Semua berlomba untuk menar ik dana masyarakat sebanyak- banyaknya dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Karena bagi sebuah bank, dana merupakan darah dan persoalan paling utama, sehingga tanpa dana, bank tidak dapat berfungsi sama sekali.
Dana – dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank yang bisa mencapai 80% sampai dengan 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat biasanya disimpan dalam bentuk giro, deposito dan tabungan. Selain dari tiga macam bentuk simpanan dana pihak ketiga tersebut yaitu giro, deposito dan tabungan, masih terdapat beberapa macam dana pihak ketiga lainnya yang diterima bank.
Dari berbagai sumber dana yang berhasil dihimpun oleh bank, kemudian bank menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat sebagian besar dialokasikan untuk kredit. Karena kegiatan pemberian kredit merupakan rangkaian kegiatan utama suatu bank, dimana pemberian kredit adalah tulang punggung kegiatan perbankan.
Bila kita perhatikan neraca bank, akan terlihat oleh kita bahwa sisi aktiva bank akan didominasi oleh besarnya jumlah kredit yang diberikan, sedangkan bila kita perhatikan pula laporan Laba Rugi bank, akan terlihat oleh kita bahwa sisi pendapatan bank akan didominasi oleh besarnya pendapatan dari bunga dan provisi kredit. Ini dikarenakan aktivitas bank yang terbanyak akan berkaitan erat secara langsung ataupun tidak langsung dengan kegiatan perkreditan. Karena hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya, dimana dengan melalui pemberian kredit pula akan banyak usaha pembayaran nasabah melalui rekeningnya sehingga tujuan dari pemberian kredit selain untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemberian kredit tersebut.
Dana – dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank yang bisa mencapai 80% sampai dengan 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat biasanya disimpan dalam bentuk giro, deposito dan tabungan. Selain dari tiga macam bentuk simpanan dana pihak ketiga tersebut yaitu giro, deposito dan tabungan, masih terdapat beberapa macam dana pihak ketiga lainnya yang diterima bank.
Dari berbagai sumber dana yang berhasil dihimpun oleh bank, kemudian bank menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat sebagian besar dialokasikan untuk kredit. Karena kegiatan pemberian kredit merupakan rangkaian kegiatan utama suatu bank, dimana pemberian kredit adalah tulang punggung kegiatan perbankan.
Bila kita perhatikan neraca bank, akan terlihat oleh kita bahwa sisi aktiva bank akan didominasi oleh besarnya jumlah kredit yang diberikan, sedangkan bila kita perhatikan pula laporan Laba Rugi bank, akan terlihat oleh kita bahwa sisi pendapatan bank akan didominasi oleh besarnya pendapatan dari bunga dan provisi kredit. Ini dikarenakan aktivitas bank yang terbanyak akan berkaitan erat secara langsung ataupun tidak langsung dengan kegiatan perkreditan. Karena hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya, dimana dengan melalui pemberian kredit pula akan banyak usaha pembayaran nasabah melalui rekeningnya sehingga tujuan dari pemberian kredit selain untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemberian kredit tersebut.
Sumber dan Penggunaan Dana Bank
Pengertian sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat perolehan ini tergantung pada bank itu sendiri, apakah dari simpanan masyarakat atau dari lembaga lainnya. Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya biaya yang ditanggung.oleh karena itu pemiliha sumber dana harus dilakukan secara tepat.
Jenis sumber-sumber dana bank tersebut :
•Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
•Dana yang berasal dari masyarakat luas
•Dana yang bersumber dari lembaga lain
Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
Perolehan dana dari sumber bank itu sendiri (modal sendiri) maksudnya adalah dana yang diperoleh dari dana bank salah satu jenis dana yang bersumber dari bank itu sendiri adalah modal setor dari para pemegang saham. Dana sendiri adalah dana yang berasal dari para pemegang saham bank atau pemilik saham.
Secara garis besar dapat disimpulkan pencarian dana yang bersumber dari bank itu sendiri terdiri dari :
1. Setoran modal dari pemegang saham.
Dalam hal ini pemilik saham lama dapat menyetor dana tambahan atau membeli saham yang dikeluarkan oleh perusahaan.
2. Cadangan-cadangan bank.
Maksudnya ada cadangan-cadangan laba pada tahun lalu yang tidak dibagi kepada para pemegang sahamnya. Cadangan ini sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang akan datang.
3. Laba bank yang belum dibagi.
Merupakan laba yang memang belum dibagikan pada tahun
yang bersangkutan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk
sementara waktu.
Dana yang berasal dari masyarakat luas
Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Adapun Dana masyarakat adalah dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang diperoleh dari bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh bank.
Untuk memperoleh dana dari masyarakat luas bank dapat menggunakan tiga macam jenis simpanan (rekening). Masing-masing jenis simpanan memiliki keunggulan tersendiri, sehingga bank harus pandai dalam menyiasati pemilihan sumber dana. Sumber dana yang dimaksud adalah:
1. Simpanan giro
2. Simpanan tabungan
3. Simpanan deposito
Dana yang bersumber dari lembaga lain
Dalam praktiknya sumber dana ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana sendiri dan masyarakat. Dana yang diperoleh dari sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu. Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari:
1. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), merupakan kredit yang diberikan bank Indonesia kepda bnk-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu.
2. Pinjaman antar bank (Call Money). Biasanya pinjaman ini di berikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring dan tidak mampu untuk membayar kekalahannya. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relative tinggi jika dibandingkan dengan pinjaman lainnya.
3. Pinjaman dari bank-bank luar negeri. Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan dari pihak luar negeri.
4. Surat berharga pasar uang (SBPU). Dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan SPBU kemudian diperjual belikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan keuangan maupun nonkeuangan. SPBU diterbitkan dan ditawarkan dengan tingkat suku bunga sehingga masyarakat tertarik untuk membelinya.
Jenis sumber-sumber dana bank tersebut :
•Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
•Dana yang berasal dari masyarakat luas
•Dana yang bersumber dari lembaga lain
Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
Perolehan dana dari sumber bank itu sendiri (modal sendiri) maksudnya adalah dana yang diperoleh dari dana bank salah satu jenis dana yang bersumber dari bank itu sendiri adalah modal setor dari para pemegang saham. Dana sendiri adalah dana yang berasal dari para pemegang saham bank atau pemilik saham.
Secara garis besar dapat disimpulkan pencarian dana yang bersumber dari bank itu sendiri terdiri dari :
1. Setoran modal dari pemegang saham.
Dalam hal ini pemilik saham lama dapat menyetor dana tambahan atau membeli saham yang dikeluarkan oleh perusahaan.
2. Cadangan-cadangan bank.
Maksudnya ada cadangan-cadangan laba pada tahun lalu yang tidak dibagi kepada para pemegang sahamnya. Cadangan ini sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang akan datang.
3. Laba bank yang belum dibagi.
Merupakan laba yang memang belum dibagikan pada tahun
yang bersangkutan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk
sementara waktu.
Dana yang berasal dari masyarakat luas
Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Adapun Dana masyarakat adalah dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang diperoleh dari bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh bank.
Untuk memperoleh dana dari masyarakat luas bank dapat menggunakan tiga macam jenis simpanan (rekening). Masing-masing jenis simpanan memiliki keunggulan tersendiri, sehingga bank harus pandai dalam menyiasati pemilihan sumber dana. Sumber dana yang dimaksud adalah:
1. Simpanan giro
2. Simpanan tabungan
3. Simpanan deposito
Dana yang bersumber dari lembaga lain
Dalam praktiknya sumber dana ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana sendiri dan masyarakat. Dana yang diperoleh dari sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu. Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari:
1. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), merupakan kredit yang diberikan bank Indonesia kepda bnk-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu.
2. Pinjaman antar bank (Call Money). Biasanya pinjaman ini di berikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring dan tidak mampu untuk membayar kekalahannya. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relative tinggi jika dibandingkan dengan pinjaman lainnya.
3. Pinjaman dari bank-bank luar negeri. Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan dari pihak luar negeri.
4. Surat berharga pasar uang (SBPU). Dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan SPBU kemudian diperjual belikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan keuangan maupun nonkeuangan. SPBU diterbitkan dan ditawarkan dengan tingkat suku bunga sehingga masyarakat tertarik untuk membelinya.
Thursday, April 12, 2012
Bank
PENGERTIAN BANK
Bank : badan usaha yang menghimpun dana dari masayarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan / atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Perbankan : segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahaanya.
Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan (UU no. 10 th 1998)
Asas
Perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegitannya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (prudential).
Fungsi
Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat.
Tujuan
Perbankan Indonesia bertujuan menunjnag pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertubuhan ekonomi, dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan rakyat banyak.
JENIS-JENIS BANK
Dalam prakteknya bank dibagi dalam beberapa jenis. Perbedaan jenis bank dapat dilihat dari segi fungsi, serta kepemilikannya.
Dilihat dari segi fungsinya, bank dibedakan berdasarkan luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan serta jangkauan wilayah operasinya.
1.Bank Sentral, merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dunia perbankan dan dunia keuangan disuatu negara. Disetiap negara hanya ada satu bank sentral yang dibantu oleh cabang-cabangnya.
2.Bank Umum, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secdara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
3.Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dilihat dari segi caranya menetukan harga, baik harga jual maupun harga beli:
Bank berdasarkan prinsip konvensional (Barat)
Bank berdasarkan prinsip Syariah(Islam)
Bank : badan usaha yang menghimpun dana dari masayarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan / atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Perbankan : segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahaanya.
Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan (UU no. 10 th 1998)
Asas
Perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegitannya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (prudential).
Fungsi
Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat.
Tujuan
Perbankan Indonesia bertujuan menunjnag pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertubuhan ekonomi, dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan rakyat banyak.
JENIS-JENIS BANK
Dalam prakteknya bank dibagi dalam beberapa jenis. Perbedaan jenis bank dapat dilihat dari segi fungsi, serta kepemilikannya.
Dilihat dari segi fungsinya, bank dibedakan berdasarkan luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan serta jangkauan wilayah operasinya.
1.Bank Sentral, merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dunia perbankan dan dunia keuangan disuatu negara. Disetiap negara hanya ada satu bank sentral yang dibantu oleh cabang-cabangnya.
2.Bank Umum, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secdara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
3.Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dilihat dari segi caranya menetukan harga, baik harga jual maupun harga beli:
Bank berdasarkan prinsip konvensional (Barat)
Bank berdasarkan prinsip Syariah(Islam)
Thursday, March 8, 2012
Proposal Riset ; Spesialisasi Produksi Menentukan Daya Saing Ekspor di Pasar Dunia
Disusun Oleh :
ANANGGADIPA ABHIMANTRA (20210640)
SIGIT SATRIA (26210544)
SMAK 04
I.JUDUL PENELITIAN
Spesialisasi Produksi Menentukan Daya Saing Ekspor di Pasar Dunia
II.LATAR BELAKANG
Terwujudnya spesialisasi yang tinggi merupakan ciri penting suatu perekonomian modern. Terdapat kaitan yang erat antara perkembangan ekonomi dan spesialisasi dimana semakin tinggi perkembangan ekonomi, semakin tinggi pula tingkat spesialisasi. Sebaliknya tanpa spesialisasi suatu perekonomian tidak dapat mencapai perkembangan yang tinggi.
Dahulu, setiap negara berusaha memenuhi kebutuhan konsumsi rakyatnya dengan memproduksi semua kebutuhannya sendiri. Namun semakin berkembangnya perekonomian membuat corak kegiatan ekonomi tidak lagi seperti itu. Setiap negara tidak lagi menghasilkan semua barang dan jasa yang diperlukannya tetapi mengkhususkan kepada menghasilkan barang atau jasa yang dapat disediakannya dengan lebih efisien. Dengan adanya spesialisasi produksi, maka masing – masing negara akan melakukan pertukaran barang antar negara karena mereka masing – masing tidak memproduksi semua kebutuhannya.
Suatu negara yang menghasilkan barang paling efisien akan memiliki comperative dan competitive advantage yang kuat sehingga akan menguasai pasar dengan menjual barang lebih banyak dibanding pesaing lainnya. Hal ini akan membuat pemimpin pasar ini memiliki profit yang lebih tinggi.
III.BATASAN MASALAH
Penulis membatasi pembahasan masalah pada spesialisasi produksi di negara Malaysia khususnya produk Electrical and Electronic (E&E).
IV.PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka penulis menetapkan perumusan masalah sebagai berikut :
•Apa alasan Malaysia memilih produk Electrical and Electronic (E&E) sebagai spesialisasi produksinya?
•Seberapa besar pengaruh spesialisasi produksi produk Electrical and Electronic (E&E) terhadap daya saing Malaysia pada pasar dunia?
•Metode apakah yang digunakan untuk menghitung besarnya tingkat ekspor Malaysia terhadap produk Electrical and Electronic (E&E)?
V.TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
•Untuk mengetahui alasan Malaysia memilih produk Electrical and Electronic (E&E) sebagai spesialisasi produksinya.
•Untuk mengetahui besarnya pengaruh spesialisasi produksi produk Electrical and Electronic (E&E) terhadap daya saing Malaysia pada pasar dunia.
•Untuk mengerahui metode yang digunakan untu menghitung besarnya tingkat ekspor Malaysia terhadap produk Electrical and Electronic (E&E).
VI.RISET TERDAHULU
Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis seberapa luas tingkat daya saing ekspor antara Negara Malaysia dan Negara-negara lainnya di dunia adalah CMS (Constant Market Share) dan RCA (Revealed Competitive Advantage). Metode ini dapat mengukur perubahan yang terjadi pada keunggulan komparatif yang dimiliki Malaysia sebagai Negara pengekspor produk E&E sebagai konsekuensi karena adanya keunggulan keunggulan kompetitif yang juga dimiliki produk E&E tersebut.
Produk Malaysia E&E ( Electrical and Electronic) mempunyai banyak ragam produk turunan seperti produk telekomunikasi dan computer. Kemunculan Negara-negara pesaing seperti China dan Negara ASEAN dapat meningkatkan daya saing produk E&E tersebut. Karena produk ekspor utama Malaysia tidak hanya pada produk E&E, tetapi masih ada yang lainnya seperti minyak kelapa sawit, cokelat dan karet yang juga merupakan komoditas ekspor utama Malaysia.
VII.LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
Kondisi persaingan barang ekspor di pasar dunia menuntut masing-masing negara agar dapat lebih cermat dalam menempatkan produk andalannya di pasar dunia. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mempertahankan diri di tengah ketatnya persaingan, salah satunya dengan menetapkan spesialisasi produksi. Sebaiknya setiap negara memiliki spesialisasi produksinya, agar negara tersebut bisa berfokus pada produk yang menjadi spesialisasinya tersebut. Hal tersebut akan mendorong negara untuk mengoptimalkan sumber daya alam yang mereka miliki untuk diolah menjadi suatu produk dengan kualitas tinggi oleh sumber daya manusia yang kompeten pula.
Melalui spesialisasi produk, maka terciptalah produk dengan kualitas tinggi bahkan terbaik diantara negara-negara pesaing lainnya. Akan lebih baik jika produk tersebut memiliki harga yang bersaing pula. Dengan demikian produk yang dihasilkan oleh negara tersebut akan menjadi pilihan utama bagi konsumen dari berbagai negara, meskipun banyak negara lain yang memproduksi produk serupa. Hal terpenting untuk tetap bisa unggul di pasar dunia adalah menarik minat konsumen dengan keunggulan kualitas, serta menjaga kepercayaan konsumen dengan mempertahankan kualitasnya. Dapat disimpulkan bahwa spesialisasi produksi yang ditetapkan oleh suatu negara berpengaruh terhadap daya saing produk tersebut di pasar dunia.
VIII.HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan spesialisasi produksi maka akan berpengaruh terhadap daya saing di pasar dunia. Hal ini nampak pada contoh kasus Malaysia menguasai persaingan ekspor produk E&E. Kondisi tersebut terjadi karena Malaysia menetapkan produk E&E sebagai spesialisasi produksi di negaranya. Hal ini mendorong Malaysia untuk berfokus kepada produksi dan pengembangan produk E&E. Sehingga kualitas dari produk E&E yang dihasilkan oleh Malaysia unggul diantara negara – negara eksportir lainnya dan menjadi pilihan utama konsumen hampir di seluruh dunia.
IX.METODE PENELITIAN
Metode penelitian menggunakan data sekunder dengan menggunakan metode deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai situasi yang terjadi dengan cara mempelajari jurnal Export Competitiveness Of Malaysia Electrical And Electronic (E&E) Product: Impact Of Emerging China dan The Discovery Of Comparative yang kemudian menggunakan analisa secara kuantitatif yang pada akhirnya menarik kesimpulan berdasarkan hasil dari pengolahan data tersebut.
ANANGGADIPA ABHIMANTRA (20210640)
SIGIT SATRIA (26210544)
SMAK 04
I.JUDUL PENELITIAN
Spesialisasi Produksi Menentukan Daya Saing Ekspor di Pasar Dunia
II.LATAR BELAKANG
Terwujudnya spesialisasi yang tinggi merupakan ciri penting suatu perekonomian modern. Terdapat kaitan yang erat antara perkembangan ekonomi dan spesialisasi dimana semakin tinggi perkembangan ekonomi, semakin tinggi pula tingkat spesialisasi. Sebaliknya tanpa spesialisasi suatu perekonomian tidak dapat mencapai perkembangan yang tinggi.
Dahulu, setiap negara berusaha memenuhi kebutuhan konsumsi rakyatnya dengan memproduksi semua kebutuhannya sendiri. Namun semakin berkembangnya perekonomian membuat corak kegiatan ekonomi tidak lagi seperti itu. Setiap negara tidak lagi menghasilkan semua barang dan jasa yang diperlukannya tetapi mengkhususkan kepada menghasilkan barang atau jasa yang dapat disediakannya dengan lebih efisien. Dengan adanya spesialisasi produksi, maka masing – masing negara akan melakukan pertukaran barang antar negara karena mereka masing – masing tidak memproduksi semua kebutuhannya.
Suatu negara yang menghasilkan barang paling efisien akan memiliki comperative dan competitive advantage yang kuat sehingga akan menguasai pasar dengan menjual barang lebih banyak dibanding pesaing lainnya. Hal ini akan membuat pemimpin pasar ini memiliki profit yang lebih tinggi.
III.BATASAN MASALAH
Penulis membatasi pembahasan masalah pada spesialisasi produksi di negara Malaysia khususnya produk Electrical and Electronic (E&E).
IV.PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka penulis menetapkan perumusan masalah sebagai berikut :
•Apa alasan Malaysia memilih produk Electrical and Electronic (E&E) sebagai spesialisasi produksinya?
•Seberapa besar pengaruh spesialisasi produksi produk Electrical and Electronic (E&E) terhadap daya saing Malaysia pada pasar dunia?
•Metode apakah yang digunakan untuk menghitung besarnya tingkat ekspor Malaysia terhadap produk Electrical and Electronic (E&E)?
V.TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
•Untuk mengetahui alasan Malaysia memilih produk Electrical and Electronic (E&E) sebagai spesialisasi produksinya.
•Untuk mengetahui besarnya pengaruh spesialisasi produksi produk Electrical and Electronic (E&E) terhadap daya saing Malaysia pada pasar dunia.
•Untuk mengerahui metode yang digunakan untu menghitung besarnya tingkat ekspor Malaysia terhadap produk Electrical and Electronic (E&E).
VI.RISET TERDAHULU
Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis seberapa luas tingkat daya saing ekspor antara Negara Malaysia dan Negara-negara lainnya di dunia adalah CMS (Constant Market Share) dan RCA (Revealed Competitive Advantage). Metode ini dapat mengukur perubahan yang terjadi pada keunggulan komparatif yang dimiliki Malaysia sebagai Negara pengekspor produk E&E sebagai konsekuensi karena adanya keunggulan keunggulan kompetitif yang juga dimiliki produk E&E tersebut.
Produk Malaysia E&E ( Electrical and Electronic) mempunyai banyak ragam produk turunan seperti produk telekomunikasi dan computer. Kemunculan Negara-negara pesaing seperti China dan Negara ASEAN dapat meningkatkan daya saing produk E&E tersebut. Karena produk ekspor utama Malaysia tidak hanya pada produk E&E, tetapi masih ada yang lainnya seperti minyak kelapa sawit, cokelat dan karet yang juga merupakan komoditas ekspor utama Malaysia.
VII.LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
Kondisi persaingan barang ekspor di pasar dunia menuntut masing-masing negara agar dapat lebih cermat dalam menempatkan produk andalannya di pasar dunia. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mempertahankan diri di tengah ketatnya persaingan, salah satunya dengan menetapkan spesialisasi produksi. Sebaiknya setiap negara memiliki spesialisasi produksinya, agar negara tersebut bisa berfokus pada produk yang menjadi spesialisasinya tersebut. Hal tersebut akan mendorong negara untuk mengoptimalkan sumber daya alam yang mereka miliki untuk diolah menjadi suatu produk dengan kualitas tinggi oleh sumber daya manusia yang kompeten pula.
Melalui spesialisasi produk, maka terciptalah produk dengan kualitas tinggi bahkan terbaik diantara negara-negara pesaing lainnya. Akan lebih baik jika produk tersebut memiliki harga yang bersaing pula. Dengan demikian produk yang dihasilkan oleh negara tersebut akan menjadi pilihan utama bagi konsumen dari berbagai negara, meskipun banyak negara lain yang memproduksi produk serupa. Hal terpenting untuk tetap bisa unggul di pasar dunia adalah menarik minat konsumen dengan keunggulan kualitas, serta menjaga kepercayaan konsumen dengan mempertahankan kualitasnya. Dapat disimpulkan bahwa spesialisasi produksi yang ditetapkan oleh suatu negara berpengaruh terhadap daya saing produk tersebut di pasar dunia.
VIII.HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan spesialisasi produksi maka akan berpengaruh terhadap daya saing di pasar dunia. Hal ini nampak pada contoh kasus Malaysia menguasai persaingan ekspor produk E&E. Kondisi tersebut terjadi karena Malaysia menetapkan produk E&E sebagai spesialisasi produksi di negaranya. Hal ini mendorong Malaysia untuk berfokus kepada produksi dan pengembangan produk E&E. Sehingga kualitas dari produk E&E yang dihasilkan oleh Malaysia unggul diantara negara – negara eksportir lainnya dan menjadi pilihan utama konsumen hampir di seluruh dunia.
IX.METODE PENELITIAN
Metode penelitian menggunakan data sekunder dengan menggunakan metode deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai situasi yang terjadi dengan cara mempelajari jurnal Export Competitiveness Of Malaysia Electrical And Electronic (E&E) Product: Impact Of Emerging China dan The Discovery Of Comparative yang kemudian menggunakan analisa secara kuantitatif yang pada akhirnya menarik kesimpulan berdasarkan hasil dari pengolahan data tersebut.
Sunday, March 4, 2012
Ringkasan Jurnal
Ananggadipa Abhimantra (20210640)
Sigit Satria (26210544)
SMAK04
RINGKASAN JURNAL : THE DISCOVERY OF COMPARATIVE
ADVANTAGE
Suatu negara akan cenderung untuk mengkhususkan diri atau melakukan spesialisasi dalam melakukan produksi serta ekspor barang karena dengan melakukan hal demikian maka negara tersebut dapat memenuhi kebutuhannya atau bahkan bisa memperoleh keuntungan jika barang yang di impor dari negara lain dapat diperoleh lebih murah dibandingkan jika harus memproduksi sendiri barang komoditi tersebut.
Spesialisasi akan produksi suatu barang komoditi akan membuat suatu negara memiliki keunggulan komperatif dibandingkan negara lainnya. Keunggulan komperatif yang dimiliki masing – masing negara akan menyebabkan terjadinya pertukaran komoditi untuk memenuhi kebutuhan masing – masing negara yang tidak dapat dihasilkan oleh negara itu sendiri.
Apabila dalam suatu perdagangan terjadi kondisi seperti yang terjadi di table di atas, maka tidak terjadi pertukaran barang komoditi. Hal ini disebabkan karena Inggris tidak memiliki keunggulan komperatif dibandingkan dengan Polandia. Di Polandia membutuhkan 100 hari untuk menghasilkan jagung, kemudian Inggris membutuhkan waktu 200 hari untuk menghasilkan jagung. Begitu juga untuk menghasilkan kain, Polandia hanya membutuhkan 100 hari, sedangkan Inggris membutuhkan waktu 150 hari. Oleh sebab itu, apabila Inggris cenderung untuk melakukan spesialisasi di satu komoditi dan akan membuat suatu keunggulan komparatif dari Polandia, maka akan terjadi sautu pertukan diantara kedua negara tersebut.
Jadi, Spesialisasi dalam kegiatan produksi akan membuat negara memiliki keunggulan tersendiri bagi negara bersangkutan. Ketika negara tersebut melakukan pengkhusuan diri dalam memproduksi barang maka sumber daya yang dimiliki negara tersebut akan tercurah sebagian besar untuk produksi pada suatu jenis barang. Hal ini akan menyebabkan surplus dari barang tersebut sehingga memungkinkan negara tersebut melakukan ekspor ke negara lain yang membutuhkan barang tersebut. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak bisa dihasilkan didalam negeri, maka negara tersebut membutuhkan impor dari negara lain. Sehingga terjadilah pertukaran komoditi antar negara. Akan tetapi jika suatu negara tidak memiliki keunggulan komparatif maka akan sulit untuk terjadi pertukaran dengan negara lain.
RINGKASAN JURNAL : EXPORT COMPETITIVENESS OF MALAYSIAN ELECTRICAL AND ELECTRONIC (E&E) PRODUCT: IMPACT OF EMERGING CHINA
E&E, Electrical and Electronic adalah produk ekspor Malaysia yang memfokuskan kegiatan ekspornya pada semikonduktor, produk telekomunikasi, peralatan listrik, printed circuit board dan disk drive, printer dan PC. Studi mengenai tingkat persaingan Malaysia E&E tahun 1990-2004 dengan Negara-negara penguasa pasar dunia seperti USA, Singapura, Jepang dan Hongkong, menggunakan metode Constant Market Share (CMS) dan Revealed Comparative Advantage (RCA). Studi ini untuk mengetahui seberapa luas atau seberapa besar daya saing Malaysia dengan Negara-negara di dunia yang menjadi pesaing di bidang ekonomi, karena memang Malaysia adalah Negara yang mempunyai nilai kapasitas ekspor yang cukup tinggi selain ke empat Negara tadi.
Terjadinya keuntungan dan kerugian ekspor Malaysia E&E pada tahun 1990-1994, 1995-1999 dan 2000-2004 mengalami perubahan yang disebabkan oleh berbagai efek. Beberapa efek tersebut antara lain :
1.Structural Effect yang terdiri atas growth effect, market effect, commodity effect dan structural interaction effect.
2. Competitive Residual yang terdiri atas General Competitive Effect dan Specific Structural Effect
3. Second Order Effect yang terdiri atas Pure Second Order Effect dan Dynamic Structural Residual
Periode 1990-1994, ekspor Malaysia E&E sudah menunjukkan daya saing mereka yang berarti terjadi peningkatan nilai ekspor produk E&E yang disebabkan karena perubahan bentuk ekspor Malaysia menunjukkan interaksi yang menguntungkan terhadap pola permintaan pasar international. Efek competitive residual mempunyai peran utama terhadap peningkatan daya saing produk E&E tersebut.
Periode 1995-1999, efek struktural (Structural Effect) mempunyai pengaruh yang lebih dominan dari pada efek yang lain dalam menjelaskan perubahan pada nilai ekspor Malaysia. Pada periode ini Malaysia mulai mengkhususkan diri untuk mengekspor produk E&E yang memiliki tingkat keuntungan yang kompetitif, sehingga terjadi peningkatan permintaan produk E&E tertentu.
Periode 2000-2004, terjadi sedikit peningkatan terhadap semua efek yang mempengaruhi nilai ekspor tersebut. Oleh karena itu perubahan pada nilai ekspor sebagian hanya disumbangkan dari efek competitive residual tetapi yang lebih utama dari efek struktural, yaitu dari spesialisasi terhadap nilai tambah produk dan jumlah permintaan produk yang tinggi.
Sigit Satria (26210544)
SMAK04
RINGKASAN JURNAL : THE DISCOVERY OF COMPARATIVE
ADVANTAGE
Suatu negara akan cenderung untuk mengkhususkan diri atau melakukan spesialisasi dalam melakukan produksi serta ekspor barang karena dengan melakukan hal demikian maka negara tersebut dapat memenuhi kebutuhannya atau bahkan bisa memperoleh keuntungan jika barang yang di impor dari negara lain dapat diperoleh lebih murah dibandingkan jika harus memproduksi sendiri barang komoditi tersebut.
Spesialisasi akan produksi suatu barang komoditi akan membuat suatu negara memiliki keunggulan komperatif dibandingkan negara lainnya. Keunggulan komperatif yang dimiliki masing – masing negara akan menyebabkan terjadinya pertukaran komoditi untuk memenuhi kebutuhan masing – masing negara yang tidak dapat dihasilkan oleh negara itu sendiri.
Apabila dalam suatu perdagangan terjadi kondisi seperti yang terjadi di table di atas, maka tidak terjadi pertukaran barang komoditi. Hal ini disebabkan karena Inggris tidak memiliki keunggulan komperatif dibandingkan dengan Polandia. Di Polandia membutuhkan 100 hari untuk menghasilkan jagung, kemudian Inggris membutuhkan waktu 200 hari untuk menghasilkan jagung. Begitu juga untuk menghasilkan kain, Polandia hanya membutuhkan 100 hari, sedangkan Inggris membutuhkan waktu 150 hari. Oleh sebab itu, apabila Inggris cenderung untuk melakukan spesialisasi di satu komoditi dan akan membuat suatu keunggulan komparatif dari Polandia, maka akan terjadi sautu pertukan diantara kedua negara tersebut.
Jadi, Spesialisasi dalam kegiatan produksi akan membuat negara memiliki keunggulan tersendiri bagi negara bersangkutan. Ketika negara tersebut melakukan pengkhusuan diri dalam memproduksi barang maka sumber daya yang dimiliki negara tersebut akan tercurah sebagian besar untuk produksi pada suatu jenis barang. Hal ini akan menyebabkan surplus dari barang tersebut sehingga memungkinkan negara tersebut melakukan ekspor ke negara lain yang membutuhkan barang tersebut. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak bisa dihasilkan didalam negeri, maka negara tersebut membutuhkan impor dari negara lain. Sehingga terjadilah pertukaran komoditi antar negara. Akan tetapi jika suatu negara tidak memiliki keunggulan komparatif maka akan sulit untuk terjadi pertukaran dengan negara lain.
RINGKASAN JURNAL : EXPORT COMPETITIVENESS OF MALAYSIAN ELECTRICAL AND ELECTRONIC (E&E) PRODUCT: IMPACT OF EMERGING CHINA
E&E, Electrical and Electronic adalah produk ekspor Malaysia yang memfokuskan kegiatan ekspornya pada semikonduktor, produk telekomunikasi, peralatan listrik, printed circuit board dan disk drive, printer dan PC. Studi mengenai tingkat persaingan Malaysia E&E tahun 1990-2004 dengan Negara-negara penguasa pasar dunia seperti USA, Singapura, Jepang dan Hongkong, menggunakan metode Constant Market Share (CMS) dan Revealed Comparative Advantage (RCA). Studi ini untuk mengetahui seberapa luas atau seberapa besar daya saing Malaysia dengan Negara-negara di dunia yang menjadi pesaing di bidang ekonomi, karena memang Malaysia adalah Negara yang mempunyai nilai kapasitas ekspor yang cukup tinggi selain ke empat Negara tadi.
Terjadinya keuntungan dan kerugian ekspor Malaysia E&E pada tahun 1990-1994, 1995-1999 dan 2000-2004 mengalami perubahan yang disebabkan oleh berbagai efek. Beberapa efek tersebut antara lain :
1.Structural Effect yang terdiri atas growth effect, market effect, commodity effect dan structural interaction effect.
2. Competitive Residual yang terdiri atas General Competitive Effect dan Specific Structural Effect
3. Second Order Effect yang terdiri atas Pure Second Order Effect dan Dynamic Structural Residual
Periode 1990-1994, ekspor Malaysia E&E sudah menunjukkan daya saing mereka yang berarti terjadi peningkatan nilai ekspor produk E&E yang disebabkan karena perubahan bentuk ekspor Malaysia menunjukkan interaksi yang menguntungkan terhadap pola permintaan pasar international. Efek competitive residual mempunyai peran utama terhadap peningkatan daya saing produk E&E tersebut.
Periode 1995-1999, efek struktural (Structural Effect) mempunyai pengaruh yang lebih dominan dari pada efek yang lain dalam menjelaskan perubahan pada nilai ekspor Malaysia. Pada periode ini Malaysia mulai mengkhususkan diri untuk mengekspor produk E&E yang memiliki tingkat keuntungan yang kompetitif, sehingga terjadi peningkatan permintaan produk E&E tertentu.
Periode 2000-2004, terjadi sedikit peningkatan terhadap semua efek yang mempengaruhi nilai ekspor tersebut. Oleh karena itu perubahan pada nilai ekspor sebagian hanya disumbangkan dari efek competitive residual tetapi yang lebih utama dari efek struktural, yaitu dari spesialisasi terhadap nilai tambah produk dan jumlah permintaan produk yang tinggi.
Sunday, February 19, 2012
Ringkasan Jurnal
Jurnal 1
Regional Differences in the Price-Elasticity of Demand for Energy
Departement of Energy melakukan riset terhadap beberapa sumber energi diantaranya, listrik rumahan; gas alam; dan listrik industri guna mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Jika harga listrik naik maka ada tiga alternatif solusi yang dapat dilakukan : mengganti secara total, mencari substitusinya, dan meminimalisir penggunaan listrik. Kenaikan harga tidak signifikan mempengaruhi penurunan demand.
Kalaupun ada kenaikan harga, konsumen tidak dapat mengurangi pemakaian listrik secara drastis hanya dapat berhemat atau menambahkan alat yang bisa mengefisiensi penggunaan listrik, seperti termostast dan dalam jangka panjang mereka akan mengkonversi listrik dengan sumber energi lainnya. Kenaikan demand dapat dipengaruhi oleh kenaikan income, income meningkat konsumen dapat saja membeli peralatan elektronik baru sehingga meningkatkan penggunaan listriknya(demand). Elastisitas dipengaruhi dengan adanya barang substitusi dan barang komplementer. Untuk kasus ini jika harga listrik naik :
1. Dalam jangka pendek elastisitasnya bersifat inelastis karena untuk sementara waktu konsumen tidak memiliki pilihan hanya dapat mencoba menghemat atau mengurangi penggunaan listrik dan belum banyak barang substitusinya sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tetap menggunakannya.
2. Dalam jangka panjang, elastisitasnya bersifat elastis karena mungkin saja telah ditemukan inovasi – inovasi baru yang dapat menjadi subsitusi listrik.
Jurnal 2
Price Elasticity Dynamics Over The Product Life Cycle: A Study Of Consumer Durables
Berdasarkan penelitian atas pekerjaan Parker (1992) yang hanya mempertimbangkan pembelian pertama, sedangkan Simon (1988) mempertimbangkan daya jual merk (sebagai faktor untuk menarik minat konsumen). Berdasarkan pengalaman yang ada, menunjukkan bahwa keseluruhan kategori harga penjualan bersifat elastis. Kematian pertama dalam nilai absolut, akhirnya nilai tersebut akan meningkat lagi jika produk tersebut menghadapi penurunan fase dari siklus hidup produk (karena barang subtitusi atau perubahan selera, dll). Model dasar dapat dengan mudah dimodifikasi untuk menghitung keseluruhan penjualan (pembelian pertama ditambah pengulangan pembelian). Jika tidak berubah, model dasar ini bisa digunakan dalam waktu 5-10 tahun dalam pemakaian tahan lama.
Berdasarkan pembelian pertama yang mendorong konsumen untuk melakukan pembelian kembali, menunjukkan bahwa hasil penelitian Simon tentang pentingnya daya jual merk, menjadi bukti empiris dari dinamika elastisitas barang tersebut. Contoh daftar barang sebagai berikut :
1. Frezeers (-22,8)
2. Kompor (-3,2)
3. Kulkas (-2,3)
4. Setrika uap (-2,2)
5. Blender (-2,2)
Kesimpulannya adalah rata-rata tingkat elastisitas perabot rumah tangga -2,7.
Dari kelima barang tersebut yang memiliki elastisitas tertinggi adalah Frezeer. Karena Frezeer tidak mempunyai barang subtitusi, sehingga mau tidak mau konsumen menggunakan Frezeers untuk membekukan bahan makanan.
Suatu produk pada umumnya mengalami tingkat inelastisitas tertinggi pada fase awal siklus hidup produk. Sedangkan produk tersebut mengalami elastisitas pada saat pembelian kembali pada fase puncak (maturity) di mana tingkat penjualan mencapai tingkat tertinggi. Setelah tahap maturity produk akan memasuki fase decline (penurunan). Pada fase ini, produsen perlu memperbaharui kembali produknya agar konsumen tidak mengalami kejenuhan. Sebab persaingan semakin ketat dan mencapai tingkat elastisitas tertinggi.
Jurnal 3
Economic Impact of Tourism and Globalization in Indonesia
Dampak globalisasi menimbulkan dampak baik dan buruk. Dulu globalisasi dianggap memiliki efek buruk terhadap neraca perdagangan Indonesia. Karena dengan adanya perdagangan bebas / liberalisasi perdagangan maka, pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi tarif impor dan pengenaan pajak pada komoditas domestik. Dan ini berdampak pada sisi produksi, dengan penurunan harga domestik maka membuat para produsen lebih kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada di pasar.
Sebenarnya ini merangsang produsi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta meningkatkan PDB. Dengan meningkatnya produksi dalam negeri maka menaikan pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar domestic. Karena permintaan dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menutun. Itu dikarenakan neraca pasar domestik lebih menguntungkan bagi produsen. Oleh karena itu neraca perdagangan memburuk.
Semakin berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk kekurangannya. Dengan kurangnya pajak yang diterima pemerintah membuat pemerintah kurang mampu membiayai aggaran pengeluarannya tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam negeri dan konsumsi rumah tangga meningkat. Untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang buruk itu, sektor pariwisata bisa menjadi solusinya. Seperti yang telah dijelaskan dijurnal bahwa kenaikan permintaan pariwisata asing akan membuat produksi yang lebih dan penyerapan tenaga kerja domestic meningkat.
Dengan adanya hubungan antara harga yang menurun, permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi didalam kasus ini maka dapat disimpulkan bahwa ini bersifat elastis. Untuk mencegah terjadinya inelastis maka pemerintah seharusnya membuat kebijakan untuk menaikan harga saja dan menurunkan tarif pajak.
Jurnal 4
Impact of Oil Price Subsidy Reduction Policy on Performance of
Wood Products Industry
Subsidi harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dihitung sebagai selisih antara penjualan dalam negeri produk BBM dengan komponen biaya pokok pengadaan BBM. Dua komponen biaya pokok yang pertama, yaitu:
(1) biaya pengadaan minyak mentah dan bahan baku lain
(2) biaya pembelian produk BBM.
Tiga komponen biaya pokok yang lain, yaitu:
(3) biaya operasi pengadaan dan distribusi BBM,
(4)biaya operasional, dan
(5) faktor pengurang nilai produk BBM.
Biaya operasional dibedakan ke dalam tujuh komponen. Empat komponen yang pertama, yaitu:
(1) biaya pengolahan
(2) biaya angkutan laut,
(3) biaya distribusi dan
(4) biaya overhead.
Sedangkan tiga yang lain, yaitu:
(5) bunga
(6) depresiasi, dan
(7)perubahan persediaan.
Tahun Anggaran 1998/1999 besarnya subsidi harga BBM yang dibayarkan oleh pemerintah kepada Pertamina adalah Rp 27.5 triliun. Nilai subsidi BBM ini merupakan selisih dari penjualan BBM dalam negeri sebesar Rp 22.5 triliun dan komponen biaya BBM sebesar Rp 50 triliun.
Dengan pengurangan subsidi harga BBM sebesar 30% atau kenaikan harga BBM rata-rata 12%, jumlah anggaran subsidi harga BBM dalam RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2000 masih tinggi yaitu Rp 18.3 triliun.
Kenaikan harga BBM dikhawatirkan mendorong lebih jauh penurunan kinerja industri hasil hutan kayu, khususnya dalam hal penawaran dan permintaannya.
Alasan :
Pertama, potensi kayu hutan alam telah menurun, hal ini telah menyebabkan biaya logging meningkat secara riil dari sebelumnya.
Kedua, dalam biaya pemanenan kayu, komponen BBM berkontribusi signifikan (sekitar 30%)
Jadi, model industri hasil hutan kayu yang dibangun telah menangkap realitas yang menjadi perhatian dalam kinerja industri hasil hutan kayu dan dapat menjelaskan hubungan-hubungan ekonomi yang terbentuk sesuai dengan prediksi teori. Hasil ini juga menunjukkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan sebagai alat simulasi dan peramalan. Dengan model yang diperoleh, dampak kebijakan pengurangan subsidi harga BBM terhadap kinerja industri hasil hutan kayu dan kesejahteraan sosial dianalisis.
Secara umum, kenaikan harga BBM dengan adanya subsidi dari pemerintah cenderung inelastis, hal ini dikarenakan terbatasnya barang substitusi dan komplementer dari BBM tersebut. Selain itu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah kepada perusahaan industri kayu tersebut.
Jurnal 5
Price and Income Elasticity of Residential Water Demand
Di tahun 2011 terdapat permasalahan mengenai elastisitas permintaan terhadap air di USA dan Eropa. Karena di sana mulai diterapkan penggunaan tarif untuk pemakaian air di setiap perumahan. Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara elastisitas harga dan elastisitas penghasilan karena bila digambarkan elastisitasnya mendekati 0. Nilai elastisitas yang mendekati 0 ini disebabkan oleh adanya pemakaian air yang tidak terkontrol di masyarakat sehingga ada ketidaksesuaian antara jumlah air yang dipasok dengan jumlah air yang dipakai. Akibatnya di USA diadakan penelitian untuk mengurangi kesenjangan di elastisitas tersebut. Metode yang digunakan antara lain metode increasing block rate tarif yang hasilnya adalah kebutuhan air menjadi lebih elastis dan elastisitas pendapatan menurun dan metode decreasing block rate tarif yang hasilnya berbanding terbalik dengan metode increasing block rate tarif. Namun dalam kenyataannya dari kedua metode ini kita tidak bisa menentukan mana yang akan menghasilkan elastisitas tertinggi karena hal ini bergantung pada kompleksitas masalah yang ada seperti kondisi geografis lingkungan, suhu, cuaca, dsb.
Jurnal 6
THE IMPACT OF ADVERTISING ON CONSUMER PRICE SENSITIVITY IN EXPERIENCE GOODS MARKET
Jurnal ini mejelaskan bagaimana aktivitas pemasaran iklan TV dalam mempengaruhi sensitivitas harga konsumen yang dihadapi sebuah merk. Pertama-tama, kita perlu mengetahui definisi dari sensitivitas harga konsumen, yaitu kepekaan relatif dari harga dalam mempengaruhi keputusan pembelian dan kecenderungan untuk melakukan pencarian harga untuk menemukan harga yang lebih baik.
Penelitian ini dilakukan di Chicago dan Atlanta dengan menggunakan 18 merk pada pasta gigi, sikat gigi, deterjen dan saus kecap. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa iklan dapat menyebabkan suatu produk akan semakin dikenal oleh banyak orang. Selanjutnya, semakin banyak iklan atau aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh seorang produsen maka secara otomatis hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut.
Ketika tingkat kepercayaan konsumen meningkat maka terciptalah sebuah brand yang terkenal, sehingga masyarakat tidak lagi memperhitungkan tingkat harga pada produk tersebut. Hal inilah yang kemudian dimaksud dengan iklan yang dapat mengurangi sensitivitas harga konsumen.
Pada indikator ini sensitivitas harga ditentukan oleh seberapa banyak dan dalamnya informasi yang didapat konsumen mengenai harga dan kualitas yang ditawarkan berbagai produk sejenis yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, konsumen yang memiliki informasi harga dan kualitas yang lebih banyak akan menurunkan tingkat sensitivitas harga seorang konsumen , namun sebaliknya apabila konsumen yang tidak memiliki banyak informasi mengenai harga dan kualitas produk yang akan mereka konsumsi maka hal tersebut dapat meningkatkan sensitivitas harga seorang konsumen.
Jika ditelaah lebih jauh, iklan dapat mempengaruhi tingkat permintaan suatu barang. Akan tetapi, pengaruh dari iklan tersebut sangat bergantung dari tampilan, kemenarikan, dan seberapa intens iklan tersebut. Dalam kasus ini, peneliti meneliti barang-barang yang elastis, sehingga iklan yang menguntungkan dan lebih berpengaruh pada elastisitas harga adalah iklan yang tidak menurunkan elastisitas permintaan.
Hal ini terjadi karena ketika elastisitas harga suatu barang naik, maka permintaan barang tersebut akan turun karena terdapat barang-barang alternatif atau subtitusi lainnya. Sebagai tambahan, keadaan tersebut dapat menyebabkan produsen baru untuk masuk ke dalam pasar.
Jurnal 7
Determinants of Indonesian Palm Oil Export: Price and Income Elasticity Estimation
Indonesia adalah produsen dan eksportir terbesar minyak sawit di dunia karena berhasil menguasai 46% pangsa pasar minyak sawit dunia. Sebagian besar dari produksinya diekspor. Sehingga, memperkirakan elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan untuk ekspor minyak sawit Indonesia sangat penting. Hal itu terlihat jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Indonesia mengekspor minyak sawit lebih banyak di banding dengan negara Malaysia dikarenakan faktor lahan di Indonesia yang lebih luas dan memungkinkan untuk di tanami kelapa sawit lebih banyak.
Melalui penelitian ini, elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan ekspor minyak sawit Indonesia adalah inelastic baik untuk jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek untuk ekspor sebesar 0,54 dan untuk income sebesar 0,61. Serta jangka panjang untuk ekspor sebesar 0,41 dan untuk income sebesar 0,49. Temuan ini sesuai dengan teori pada pangsa pasar, alokasi anggaran, dan penggunaan dari minyak sawit sebagai bahan baku untuk barang-barang seperti kosmetik, minyak goreng, margarine, dan ketersediaan dari barang substitusi untuk ekspor minyak sawit Indonesia.
Pajak ekspor adalah salah satu dari kebijakan yang diterapkan oleh Indonesia untuk minyak sawit agar mengendalikan harga minyak goreng local. Untuk kebijakan domestic dapat diterapkan dalam berbagai bentuk seperti subsidi produksi, program insentif pada penelitian diferensiasi produk (produk bernilai tambah), dan meningkatkan standar kualitas untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Di masa yang akan datang, terdapat kebutuhan untuk menganalisis elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari produk-produk yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku, terfokus pada sektor-sektor yang berlainan (perbedaan antara CPO dan minyak sawit murni) pada kasus-kasus negara pengimpor yang lebih spesifik dan menganalisa dalam penawaran ekspor dan model-model yang simultan.
Inelastis pada minyak sawit terjadi karena:
1. Efek barang substitusi terhadap perubahan harga tidak terlalu besar
2. Pilihan produk-produk lainnya sebagai barang pengganti jumlahnya tidak banyak
Jurnal 8
Life Insurance Demand Determinants
Saat terjadinya krisis ekonomi, permintaan akan asuransi di Asia bersifat elastis. Hal ini disebabkan karena dengan adanya krisis, maka perekonomian terganggu dan mengurangi pendapatan masyarakat di Asia. Rendahnya pendapatan membuat standar hidup masyarakat asia pada kala itu rrendah, dengan pendapatan yang rendah mereka hanya mengutamakan untuk konsumsi.Maka perubahan harga asuransi akan sangat mempengaruhi jumlah permintaan akan asuransi.
Kemudian, dengan adanya perbaikan ekonomi setelah adanya krisis membuat pendapatan masyarakat asia terus meningkat dan memiliki pendapatan yang cukup tinggi sehingga membuat standar hidup masyarakat semakin tinggi dan makin sadar akan pentingnya asuransi. Dengan demikian, permintaan terhadap asuransi pasca krisis ekonomi hinggga kini bersifat inelastic, atau perubahan harga asuransi tidak akan terlalu mempengaruhi jumlah permintaannya.
Jurnal 9
Sebelumnya para peneliti menganggap rokok itu bersifat inelastis sehingga menaikkan pajak dan dapat menghasilkan banyak pendapatan di Amerika Serikat. Di sisi lain, rokok adalah salah satu penyebab utama masalah kesehatan di negara ini.
Dengan adanya internet, konsumen dapat membeli rokok dari negara lain atau secara online sehingga konsumen tidak perlu membayar pajak kepada negaranya. Tingkat elastistasnya juga meningkat dari -1,28 menjadi -2,09 walaupun pajak sudah di naikkan 33%. Pajak yang lebih tinggi menyebabkan penyelundupan lebih besar dan jumlah penyelundupan tambahan telah tumbuh secara signifikan dengan munculnya Internet. Karena setelah di teliti jumlah penyelundupan yang timbul dari perubahan tarif pajak negara hampir dua kali lipat karena munculnya internet.
Maka dapat disimpukan bahwa pajak rokok tdak sensitif terhadap permintaan rokok di Amerika Serikat. Dengan adanya internet juga membuat pendapatan negara menjadi kecil dan tidak mengurangi tingkat konsumen menjaga kesehatannya.
Jurnal 10
(The Relative Importance of Price and Quality in Consumer Choice of Provider: The Case of Egypt)
Kompetisi telah menjadi kata kunci untuk mengurangi inflasi biaya dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dalam dua dekade terakhir. Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Singapura, Swedia, dan negara-negara kurang berkembang, seperti beberapa republik bekas Uni Soviet, Kolombia, Chili. Semuanya memeluk dalam reformasi sektor kesehatan baru-baru ini konsep mempromosikan kompetisi. Perawatan kesehatan itu sendiri terdiri dari dua sektor, yaitu sektor publik dan swasta. Ada dua kendala yang ditemui yaitu permintaan pasar untuk layanan dan penyediaan input. Hipotesa dari kasus yang ada di Mesir adalah, masyarakat Mesir lebih memilih sektor swasta dan rela membayar lebih tinggi demi mendapat kualitas yang terbaik. Hal itu dikarenakan penghasilan masyarakat Mesir yang rata-rata sudah mencukupi.
Jika penyedia melakukan penurunan harga maka akan ada pengorbanan kualitas.
Sebaliknya, jika penyedia meningkatkan kualitas maka akan ada pengorbanan harga yang lebih tinggi untuk meningkatkan layanan atau penambahan teknologi. Ada pula asumsi yang dapat diberikan adalah penyedia terlibat dalam persaingan harga. Berdasarkan asumsi ini, misalnya elastisitas kualitas meningkat, maka penurunan harga kemungkinan besar dicapai dengan efisiensi. Tapi kalau permintaannya inelastis, persaingan harga dapat menyebabkan kualitas yang rendah. Lain halnya jika penyedia cenderung lebih dalam persaingan kualitas, hal itu akan sangat penting untuk memahami aspek-aspek yang diinginkan konsumen. Jika konsumen responsif terhadap aspek kualitas yang meningkatkan hasil kesehatan, pemerintah mungkin lebih mengandalkan kekuatan pasar untuk menjamin kualitas layanan.
Pada jurnal ini ada hipotesa proporsi relative bawha sector swasta memegang angka lebih tinggi dan rela membayar lebih tinggi dibandingkan memilih sector publik yang kualitasnya terhitung rendah. Setelah itu pada penelitiannya ditemukan bahwa pasien lebih responsive pada perubahan kualitas daripada perubahan harga. Ini disebabkan karena yang dibahas disini adalah sector kesehatan yang mempertaruhkan nyawa, maka pengorbanan berupa materipun rela dilakukan. Selain itu pada penelitian terdalulu juga ditemukan bahwa elastisitas pendapatan pengeluaran perawatan kesehatan > 1 , dimana itu berarti bersifat elastis. Ini berarti seiring dengan bertambahnya pendapatan, maka porsi dari pendapatan juga akan lebih besar untuk pergi ke pelayanan kesehatan.
Jurnal 11
Perusahaan Bahan Bakar di Swiss
Efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar.
Penelitian ini meneliti efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar.
Dilakukan experimen-experimen :
SP-1 : Dampak Perubahan Harga atas Kepemilikan Kendaraan
Hasil : bahwa dengan naiknya harga bbm, masyarakat mengubah pola pikir mereka. Mereka menjadi enggan untuk memakai kendaraannya atau membeli kendaraan.
SP-2: Harga Bahan Bakar di Wilayah Tertentu
Hasil : bahwa ada perbedaan harga di wilayah pedesaaan dan perkotaan. Yaitu harga di perkotaaan lebih mahal daripada di pedesaan. Karena bedanya tingkat permintaan.
SP-3: Efek Perubahan Harga di 2 Wilayah yang Berbeda
Hasil: di 2 wilayah yang berbeda, antara perdesaan dan perkotaan efek perubahan harga terjadi karena sifat elastisitas di perkotaan bersifat elastis karena populasi di perkotaan lebih besar sedangkan di pedesaan bersifat in-elastis karena populasi masyarakatnya yang kecil.
Efek jangka panjang yang akan terjadi adalah kemungkinan pendapatan substansian dalam biaya transportasi terutama dalam harga BBM membuat orang bereaksi mengatur jarak tempuh dan mengubah jenis mobil dan memilih mesin yang lebih kecil atau lebih hemat bahan bakar seperti mobil hibrida/ diesel.
Untuk jangka panjang, elastisitas harga bensin berkisar antara -0,14 sampai -0,54 dan diesel 0,32. diesel disini merupakan bahan pengganti yang disebabkan oleh responden yang mengganti mobil BBMnya jadi mobil diesel.
Harga BBM naik tidak berarti menaikan atau menurunkan permintaan dari BBM tersebut, masyarakat lebih melihat efisiensi dari penggunaan bahan bakar yaitu dengan menggantinya dengan diesel.
Jurnal 12
Trade Liberalization and Labor Demand Elasticity in Indian Manufacturing
ABSTRAK :
Dari hipotesis yang ada , elastisitas permintaan tenaga kerja di industry India meningkat karena adanya liberalisasi perdagangan. Hal itu berdasarkan survei tahunan data industri pada 1980-81 ke 1997-98 dan tren dalam elastisitas dianalisa menggunakan data 1973-74 ke 2003-04. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil ekonometrik penelitian yang serupa, dan menunjukan bahwa liberalisasi perdagangan memiliki dampak positif pada elastisitas permintaan tenaga kerja di industry india.
Elastisitas permintaan tenaga kerja di industri pascareformasi lebih rendah dalam hal ini ialah minimumnya lapangan pekerjaan yang tidak dapat meresap semua labor maka dari itu tingkat labor mengalami kenaikan pada masa pascareformasi. Hal ini disebabkan karena ukuran yang signifikan untuk liberalisasi perdagangan dan melemahnya kekuasaan serikat buruh.
Liberalisasi perdagangan menunjukan efek positif terhadap elastisitas permintaan tenaga kerja tetapi jika dilihat berdasarkan fungsi kerja, hal itu tidak menunjukan peningkatan elastisitas permintaan tenaga kerja pada masa pasca-reformasi dibandingkan dengan periode sebelum reformasi.
Ada alasan untuk percaya bahwa liberalisasi perdagangan akan menyebabkan peningkatan (nilai absolut)yaitu elastisitas permintaan tenaga kerja terhadap tingkat upah. Peningkatan didalilkan dalam elastisitas permintaan tenaga kerja yang timbul dari liberalisasi perdagangan memiliki implikasi penting bagi hasil pasar tenaga kerja, terutama di negara berkembang.
Peningkatan elastisitas permintaan tenaga kerja akan menyebabkan guncangan pekerjaan dan upah yang lebih besar berasal dari guncangan dalam produktivitas atau permintaan output. Juga, ketidakstabilan yang lebih besar dalam pekerjaan dan upah akan menyebabkan penurunan daya tawar buruh serta modal dalam pembagian keuntungan .
Liberalisasi perdagangan diperkirakan akan menaikkan elastisitas substitusi antara input tenaga kerja dan lainnya sejak biaya antara yang lebih dan lebih baik menjadi tersedia.
Liberalisasi perdagangan dapat menyebabkan penurunan pangsa biaya tenaga kerja karena barang produksi yg setengah jadi atau belum dirakit produk dapat diimpor oleh perusahaan industri untuk digunakan dalam proses produksi bukan manufaktur dari tahap bahan baku, dan ini dapat menetralisir efek peningkatan elastisitas substitusi antara input dan elastisitas harga meningkatnya permintaan untuk produk-produk dari perusahaan industri dalam negeri.
Kesimpulan
liberalisasi perdagangan meningkatkan elastisitas permintaan tenaga kerja. liberalisasi perdagangan memiliki dampak positif pada elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India, elastisitas taksiran masa pasca-reformasi ini ditemukan lebih rendah dari itu untuk periode pra-reformasi. Pemeriksaan yang mendekati data ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India di masa pra-reformasi, yang berlangsung selama beberapa tahun bahkan setelah mulai reformasi. Tampaknya tren penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja ditangkap dan terbalik sejak pertengahan 1990-an.
Mungkin efek dari reformasi perdagangani lebih kuat pada pertengahan 1990-an. peningkatan yang diamati dalam elastisitas permintaan tenaga kerja pada periode setelah pertengahan 1990-an disebabkan dalam ukuran yang signifikan.
Jurnal 13
Respon konsumen terhadap promosi mengidentikasikan bahwa keputusan konsumen terhadap merk dan banyaknya jumalah produk terhadap potongan harga yg ada pada produk tersebut. Lalu dari informasi tersebut akan menjadi bahan pertimbangan bagi produsen dalam menentukan strategi promosi dan periklanan. Salah satu strategi yang diperlukan adalah positoning yang tepat guna karena akan mengarahkan fungsi suatu iklan, sebab hal tersebut memiliki dampak terhadap sensitivitas harga konsumen.
Pada umumnya sensitivitas harga sebagian besar dirasakan pada kalangan masyarakat menengah kebawah, konsumen menengah kebawah sangat peka akan harga dan alternatif produk. Para konsumen ini biasanya membeli produk pada saat produk tersebut ditawarkan dengan harga yang lebih murah. Namun lain halnya bagi masyarakat menengah keatas yang mempunyai persepsi sendiri tentang harga, dimana mereka menilai harga yang mahal mengidentifikasikan kualitas dari produk tersebut.
Jika sebuah merek memiliki pencitraan yang kuat dengan konsumen maka cenderung memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dan lebih mudah untuk mencapai penetrasi pasar yang lebih besar dan akan menghasilkan lebih efisien pengeluaran biaya dalam mempromosikan produk tersebut. Penelitan dimasa depan harus lebih berkonsentrasi pada aspek karakteristik iklan yang dapat mempengaruhi sifat atau besarnya interaksi dari iklan tersebut.
Jurnal 14
THE IMPACT OF FOOD PRICES ON CONSUMPTION: A SYSTEMATIC REVIEW OF REASERCH ON THE PRICE ELASTICITY OF DEMAND FOR FOOD
Penelitian ini bertujuan untuk memberkan ringkasan mengenai elasitas permintaan harga dan perilaku konsumen Amerika Serikat.
Fenomena yang terjadi di Amerika adalah elastisitas permintaan harga pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat. Berdasarkan studi,31% yang memberikan perkiraan elastisitas harga daging sapi, 29% untuk daging babi, 14% untuk unggas, 10% untuk ikan, 15% untuk susu, 12% untuk keju, untuk sereal 12%, dan untuk buah dan sayuran 11%. Dari sini terlihat bahwa konsumsi pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat.
Dalam menyelesaikan hal ini, peneliti berusaha menghubungkan pemberlakuan pajak dan subsidi untuk menganalisis dampaknya terhadap harga bahan makanan. Dengan menetapkan sejumlah pajak kepada bahan makanan yang kurang sehat, maka diharapkan permintaan akan bahan makanan yang kurang sehat menurun seiring dengan kenaikan harga karena pajak. Sebaliknya subsidi diberikan kepada bahan makanan sehat dengan tujuan untuk menurunkan harga sehingga permintaan akan bahan makanan sehat dapat meningkat, sehingga diharapkan dapat mengubah gaya hidup masyarakat Amerika Serikat menjadi lebih baik.
Dengan pemberlakuan subsidi terhadap harga buah buahan dan sayur mayur menyebabkan penurunan harga sebesar 10%, dan berhasil meningkatkan permintaan akan buah dan sayur sebesar 7,0% untuk buah dan 5,8% untuk sayur, besarnya penurunan harga rupanya tidak meningkatkan permintaan secara signifikan sehingga harga buah dan sayur dikatakan inelastis.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, bahwa walaupun subsidi telah diberikan, pada kenyataannya tidak dapat meningkatkan peningkatan permintaan secara signifikan, dari kasus tersebut dapat diasumsikan bahwa, harga bukanlah satu satunya faktor yang dapat menyebabkan buruknya gaya hidup sebagian masyarakat di Amerika serikat yang dinilai dari tingginya konsumsi bahan makanan tidak sehat seperti fast food, namun ada hal lain yang mempengaruhi, salah satunya ialah gaya hidup. Orang orang di Negara maju cenderung memilih bahan makanan cepat saji dengan alasan efisiensi, sehingga meskipun harga dirubah, tetap saja tidak akan mempengaruhi permintaan akan barang barang tersebut, sehingga sayuran dan buah buahan yang tergolong bahan makanan sehat bersifat inelastic.
Jurnal 15
Estimating the Effect of Urban Density on Fuel Demand
Penelitian ini dilakukan dengan cross-sectional data dari 32 negara besar dari eropa, Canada, asia, Australia dan amerika. Jurnal ini menjelaskan tentang mengevaluasi bagaimana kepadatan jumlah penduduk di perkotaan dapat mempengaruhi permintaan relatif untuk bahan bakar transportasi jalan, memberikan perkiraan elastisitas yang sensitif terhadap pola fasilitas umum. Bahan bakar konsuhttp://www.blogger.com/img/blank.gifmsi per kapita terhadap kepadatan perkotaan diperkirakan dalam rentang -0.33 sampai -0.35http://www.blogger.com/img/blank.gif. Kepadatan penduduk kota terhadap permintaan bahan bakar yaitu inelastic, fenomena di kota yang terjadi, karena banyaknya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah maka jarak yang di tempuh penduduk di perkotaan relative singkat. Pemakaian transportasi umum dapat menghemat pemakaian BBM sehingga dalam pemakaian BBM lebih efisiensi.
Kesimpulan : Harga BBM mempengaruhi permintaan bahan bakar sebagian besar melalui variasi dalam konsumsi bahan bakar per km dan jarak mengemudi bukan kepemilikan mobil. Hal ini dapat mencerminkan harga bahan bakar tidak mempengaruhi permintaan mobil.
Tugas Teori Ekonomi 2
Dosen: Pak Prihantoro
Regional Differences in the Price-Elasticity of Demand for Energy
Departement of Energy melakukan riset terhadap beberapa sumber energi diantaranya, listrik rumahan; gas alam; dan listrik industri guna mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Jika harga listrik naik maka ada tiga alternatif solusi yang dapat dilakukan : mengganti secara total, mencari substitusinya, dan meminimalisir penggunaan listrik. Kenaikan harga tidak signifikan mempengaruhi penurunan demand.
Kalaupun ada kenaikan harga, konsumen tidak dapat mengurangi pemakaian listrik secara drastis hanya dapat berhemat atau menambahkan alat yang bisa mengefisiensi penggunaan listrik, seperti termostast dan dalam jangka panjang mereka akan mengkonversi listrik dengan sumber energi lainnya. Kenaikan demand dapat dipengaruhi oleh kenaikan income, income meningkat konsumen dapat saja membeli peralatan elektronik baru sehingga meningkatkan penggunaan listriknya(demand). Elastisitas dipengaruhi dengan adanya barang substitusi dan barang komplementer. Untuk kasus ini jika harga listrik naik :
1. Dalam jangka pendek elastisitasnya bersifat inelastis karena untuk sementara waktu konsumen tidak memiliki pilihan hanya dapat mencoba menghemat atau mengurangi penggunaan listrik dan belum banyak barang substitusinya sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tetap menggunakannya.
2. Dalam jangka panjang, elastisitasnya bersifat elastis karena mungkin saja telah ditemukan inovasi – inovasi baru yang dapat menjadi subsitusi listrik.
Jurnal 2
Price Elasticity Dynamics Over The Product Life Cycle: A Study Of Consumer Durables
Berdasarkan penelitian atas pekerjaan Parker (1992) yang hanya mempertimbangkan pembelian pertama, sedangkan Simon (1988) mempertimbangkan daya jual merk (sebagai faktor untuk menarik minat konsumen). Berdasarkan pengalaman yang ada, menunjukkan bahwa keseluruhan kategori harga penjualan bersifat elastis. Kematian pertama dalam nilai absolut, akhirnya nilai tersebut akan meningkat lagi jika produk tersebut menghadapi penurunan fase dari siklus hidup produk (karena barang subtitusi atau perubahan selera, dll). Model dasar dapat dengan mudah dimodifikasi untuk menghitung keseluruhan penjualan (pembelian pertama ditambah pengulangan pembelian). Jika tidak berubah, model dasar ini bisa digunakan dalam waktu 5-10 tahun dalam pemakaian tahan lama.
Berdasarkan pembelian pertama yang mendorong konsumen untuk melakukan pembelian kembali, menunjukkan bahwa hasil penelitian Simon tentang pentingnya daya jual merk, menjadi bukti empiris dari dinamika elastisitas barang tersebut. Contoh daftar barang sebagai berikut :
1. Frezeers (-22,8)
2. Kompor (-3,2)
3. Kulkas (-2,3)
4. Setrika uap (-2,2)
5. Blender (-2,2)
Kesimpulannya adalah rata-rata tingkat elastisitas perabot rumah tangga -2,7.
Dari kelima barang tersebut yang memiliki elastisitas tertinggi adalah Frezeer. Karena Frezeer tidak mempunyai barang subtitusi, sehingga mau tidak mau konsumen menggunakan Frezeers untuk membekukan bahan makanan.
Suatu produk pada umumnya mengalami tingkat inelastisitas tertinggi pada fase awal siklus hidup produk. Sedangkan produk tersebut mengalami elastisitas pada saat pembelian kembali pada fase puncak (maturity) di mana tingkat penjualan mencapai tingkat tertinggi. Setelah tahap maturity produk akan memasuki fase decline (penurunan). Pada fase ini, produsen perlu memperbaharui kembali produknya agar konsumen tidak mengalami kejenuhan. Sebab persaingan semakin ketat dan mencapai tingkat elastisitas tertinggi.
Jurnal 3
Economic Impact of Tourism and Globalization in Indonesia
Dampak globalisasi menimbulkan dampak baik dan buruk. Dulu globalisasi dianggap memiliki efek buruk terhadap neraca perdagangan Indonesia. Karena dengan adanya perdagangan bebas / liberalisasi perdagangan maka, pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi tarif impor dan pengenaan pajak pada komoditas domestik. Dan ini berdampak pada sisi produksi, dengan penurunan harga domestik maka membuat para produsen lebih kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada di pasar.
Sebenarnya ini merangsang produsi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta meningkatkan PDB. Dengan meningkatnya produksi dalam negeri maka menaikan pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar domestic. Karena permintaan dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menutun. Itu dikarenakan neraca pasar domestik lebih menguntungkan bagi produsen. Oleh karena itu neraca perdagangan memburuk.
Semakin berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk kekurangannya. Dengan kurangnya pajak yang diterima pemerintah membuat pemerintah kurang mampu membiayai aggaran pengeluarannya tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam negeri dan konsumsi rumah tangga meningkat. Untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang buruk itu, sektor pariwisata bisa menjadi solusinya. Seperti yang telah dijelaskan dijurnal bahwa kenaikan permintaan pariwisata asing akan membuat produksi yang lebih dan penyerapan tenaga kerja domestic meningkat.
Dengan adanya hubungan antara harga yang menurun, permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi didalam kasus ini maka dapat disimpulkan bahwa ini bersifat elastis. Untuk mencegah terjadinya inelastis maka pemerintah seharusnya membuat kebijakan untuk menaikan harga saja dan menurunkan tarif pajak.
Jurnal 4
Impact of Oil Price Subsidy Reduction Policy on Performance of
Wood Products Industry
Subsidi harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dihitung sebagai selisih antara penjualan dalam negeri produk BBM dengan komponen biaya pokok pengadaan BBM. Dua komponen biaya pokok yang pertama, yaitu:
(1) biaya pengadaan minyak mentah dan bahan baku lain
(2) biaya pembelian produk BBM.
Tiga komponen biaya pokok yang lain, yaitu:
(3) biaya operasi pengadaan dan distribusi BBM,
(4)biaya operasional, dan
(5) faktor pengurang nilai produk BBM.
Biaya operasional dibedakan ke dalam tujuh komponen. Empat komponen yang pertama, yaitu:
(1) biaya pengolahan
(2) biaya angkutan laut,
(3) biaya distribusi dan
(4) biaya overhead.
Sedangkan tiga yang lain, yaitu:
(5) bunga
(6) depresiasi, dan
(7)perubahan persediaan.
Tahun Anggaran 1998/1999 besarnya subsidi harga BBM yang dibayarkan oleh pemerintah kepada Pertamina adalah Rp 27.5 triliun. Nilai subsidi BBM ini merupakan selisih dari penjualan BBM dalam negeri sebesar Rp 22.5 triliun dan komponen biaya BBM sebesar Rp 50 triliun.
Dengan pengurangan subsidi harga BBM sebesar 30% atau kenaikan harga BBM rata-rata 12%, jumlah anggaran subsidi harga BBM dalam RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2000 masih tinggi yaitu Rp 18.3 triliun.
Kenaikan harga BBM dikhawatirkan mendorong lebih jauh penurunan kinerja industri hasil hutan kayu, khususnya dalam hal penawaran dan permintaannya.
Alasan :
Pertama, potensi kayu hutan alam telah menurun, hal ini telah menyebabkan biaya logging meningkat secara riil dari sebelumnya.
Kedua, dalam biaya pemanenan kayu, komponen BBM berkontribusi signifikan (sekitar 30%)
Jadi, model industri hasil hutan kayu yang dibangun telah menangkap realitas yang menjadi perhatian dalam kinerja industri hasil hutan kayu dan dapat menjelaskan hubungan-hubungan ekonomi yang terbentuk sesuai dengan prediksi teori. Hasil ini juga menunjukkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan sebagai alat simulasi dan peramalan. Dengan model yang diperoleh, dampak kebijakan pengurangan subsidi harga BBM terhadap kinerja industri hasil hutan kayu dan kesejahteraan sosial dianalisis.
Secara umum, kenaikan harga BBM dengan adanya subsidi dari pemerintah cenderung inelastis, hal ini dikarenakan terbatasnya barang substitusi dan komplementer dari BBM tersebut. Selain itu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah kepada perusahaan industri kayu tersebut.
Jurnal 5
Price and Income Elasticity of Residential Water Demand
Di tahun 2011 terdapat permasalahan mengenai elastisitas permintaan terhadap air di USA dan Eropa. Karena di sana mulai diterapkan penggunaan tarif untuk pemakaian air di setiap perumahan. Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara elastisitas harga dan elastisitas penghasilan karena bila digambarkan elastisitasnya mendekati 0. Nilai elastisitas yang mendekati 0 ini disebabkan oleh adanya pemakaian air yang tidak terkontrol di masyarakat sehingga ada ketidaksesuaian antara jumlah air yang dipasok dengan jumlah air yang dipakai. Akibatnya di USA diadakan penelitian untuk mengurangi kesenjangan di elastisitas tersebut. Metode yang digunakan antara lain metode increasing block rate tarif yang hasilnya adalah kebutuhan air menjadi lebih elastis dan elastisitas pendapatan menurun dan metode decreasing block rate tarif yang hasilnya berbanding terbalik dengan metode increasing block rate tarif. Namun dalam kenyataannya dari kedua metode ini kita tidak bisa menentukan mana yang akan menghasilkan elastisitas tertinggi karena hal ini bergantung pada kompleksitas masalah yang ada seperti kondisi geografis lingkungan, suhu, cuaca, dsb.
Jurnal 6
THE IMPACT OF ADVERTISING ON CONSUMER PRICE SENSITIVITY IN EXPERIENCE GOODS MARKET
Jurnal ini mejelaskan bagaimana aktivitas pemasaran iklan TV dalam mempengaruhi sensitivitas harga konsumen yang dihadapi sebuah merk. Pertama-tama, kita perlu mengetahui definisi dari sensitivitas harga konsumen, yaitu kepekaan relatif dari harga dalam mempengaruhi keputusan pembelian dan kecenderungan untuk melakukan pencarian harga untuk menemukan harga yang lebih baik.
Penelitian ini dilakukan di Chicago dan Atlanta dengan menggunakan 18 merk pada pasta gigi, sikat gigi, deterjen dan saus kecap. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa iklan dapat menyebabkan suatu produk akan semakin dikenal oleh banyak orang. Selanjutnya, semakin banyak iklan atau aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh seorang produsen maka secara otomatis hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut.
Ketika tingkat kepercayaan konsumen meningkat maka terciptalah sebuah brand yang terkenal, sehingga masyarakat tidak lagi memperhitungkan tingkat harga pada produk tersebut. Hal inilah yang kemudian dimaksud dengan iklan yang dapat mengurangi sensitivitas harga konsumen.
Pada indikator ini sensitivitas harga ditentukan oleh seberapa banyak dan dalamnya informasi yang didapat konsumen mengenai harga dan kualitas yang ditawarkan berbagai produk sejenis yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, konsumen yang memiliki informasi harga dan kualitas yang lebih banyak akan menurunkan tingkat sensitivitas harga seorang konsumen , namun sebaliknya apabila konsumen yang tidak memiliki banyak informasi mengenai harga dan kualitas produk yang akan mereka konsumsi maka hal tersebut dapat meningkatkan sensitivitas harga seorang konsumen.
Jika ditelaah lebih jauh, iklan dapat mempengaruhi tingkat permintaan suatu barang. Akan tetapi, pengaruh dari iklan tersebut sangat bergantung dari tampilan, kemenarikan, dan seberapa intens iklan tersebut. Dalam kasus ini, peneliti meneliti barang-barang yang elastis, sehingga iklan yang menguntungkan dan lebih berpengaruh pada elastisitas harga adalah iklan yang tidak menurunkan elastisitas permintaan.
Hal ini terjadi karena ketika elastisitas harga suatu barang naik, maka permintaan barang tersebut akan turun karena terdapat barang-barang alternatif atau subtitusi lainnya. Sebagai tambahan, keadaan tersebut dapat menyebabkan produsen baru untuk masuk ke dalam pasar.
Jurnal 7
Determinants of Indonesian Palm Oil Export: Price and Income Elasticity Estimation
Indonesia adalah produsen dan eksportir terbesar minyak sawit di dunia karena berhasil menguasai 46% pangsa pasar minyak sawit dunia. Sebagian besar dari produksinya diekspor. Sehingga, memperkirakan elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan untuk ekspor minyak sawit Indonesia sangat penting. Hal itu terlihat jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Indonesia mengekspor minyak sawit lebih banyak di banding dengan negara Malaysia dikarenakan faktor lahan di Indonesia yang lebih luas dan memungkinkan untuk di tanami kelapa sawit lebih banyak.
Melalui penelitian ini, elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan ekspor minyak sawit Indonesia adalah inelastic baik untuk jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek untuk ekspor sebesar 0,54 dan untuk income sebesar 0,61. Serta jangka panjang untuk ekspor sebesar 0,41 dan untuk income sebesar 0,49. Temuan ini sesuai dengan teori pada pangsa pasar, alokasi anggaran, dan penggunaan dari minyak sawit sebagai bahan baku untuk barang-barang seperti kosmetik, minyak goreng, margarine, dan ketersediaan dari barang substitusi untuk ekspor minyak sawit Indonesia.
Pajak ekspor adalah salah satu dari kebijakan yang diterapkan oleh Indonesia untuk minyak sawit agar mengendalikan harga minyak goreng local. Untuk kebijakan domestic dapat diterapkan dalam berbagai bentuk seperti subsidi produksi, program insentif pada penelitian diferensiasi produk (produk bernilai tambah), dan meningkatkan standar kualitas untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Di masa yang akan datang, terdapat kebutuhan untuk menganalisis elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari produk-produk yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku, terfokus pada sektor-sektor yang berlainan (perbedaan antara CPO dan minyak sawit murni) pada kasus-kasus negara pengimpor yang lebih spesifik dan menganalisa dalam penawaran ekspor dan model-model yang simultan.
Inelastis pada minyak sawit terjadi karena:
1. Efek barang substitusi terhadap perubahan harga tidak terlalu besar
2. Pilihan produk-produk lainnya sebagai barang pengganti jumlahnya tidak banyak
Jurnal 8
Life Insurance Demand Determinants
Saat terjadinya krisis ekonomi, permintaan akan asuransi di Asia bersifat elastis. Hal ini disebabkan karena dengan adanya krisis, maka perekonomian terganggu dan mengurangi pendapatan masyarakat di Asia. Rendahnya pendapatan membuat standar hidup masyarakat asia pada kala itu rrendah, dengan pendapatan yang rendah mereka hanya mengutamakan untuk konsumsi.Maka perubahan harga asuransi akan sangat mempengaruhi jumlah permintaan akan asuransi.
Kemudian, dengan adanya perbaikan ekonomi setelah adanya krisis membuat pendapatan masyarakat asia terus meningkat dan memiliki pendapatan yang cukup tinggi sehingga membuat standar hidup masyarakat semakin tinggi dan makin sadar akan pentingnya asuransi. Dengan demikian, permintaan terhadap asuransi pasca krisis ekonomi hinggga kini bersifat inelastic, atau perubahan harga asuransi tidak akan terlalu mempengaruhi jumlah permintaannya.
Jurnal 9
Sebelumnya para peneliti menganggap rokok itu bersifat inelastis sehingga menaikkan pajak dan dapat menghasilkan banyak pendapatan di Amerika Serikat. Di sisi lain, rokok adalah salah satu penyebab utama masalah kesehatan di negara ini.
Dengan adanya internet, konsumen dapat membeli rokok dari negara lain atau secara online sehingga konsumen tidak perlu membayar pajak kepada negaranya. Tingkat elastistasnya juga meningkat dari -1,28 menjadi -2,09 walaupun pajak sudah di naikkan 33%. Pajak yang lebih tinggi menyebabkan penyelundupan lebih besar dan jumlah penyelundupan tambahan telah tumbuh secara signifikan dengan munculnya Internet. Karena setelah di teliti jumlah penyelundupan yang timbul dari perubahan tarif pajak negara hampir dua kali lipat karena munculnya internet.
Maka dapat disimpukan bahwa pajak rokok tdak sensitif terhadap permintaan rokok di Amerika Serikat. Dengan adanya internet juga membuat pendapatan negara menjadi kecil dan tidak mengurangi tingkat konsumen menjaga kesehatannya.
Jurnal 10
(The Relative Importance of Price and Quality in Consumer Choice of Provider: The Case of Egypt)
Kompetisi telah menjadi kata kunci untuk mengurangi inflasi biaya dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dalam dua dekade terakhir. Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Singapura, Swedia, dan negara-negara kurang berkembang, seperti beberapa republik bekas Uni Soviet, Kolombia, Chili. Semuanya memeluk dalam reformasi sektor kesehatan baru-baru ini konsep mempromosikan kompetisi. Perawatan kesehatan itu sendiri terdiri dari dua sektor, yaitu sektor publik dan swasta. Ada dua kendala yang ditemui yaitu permintaan pasar untuk layanan dan penyediaan input. Hipotesa dari kasus yang ada di Mesir adalah, masyarakat Mesir lebih memilih sektor swasta dan rela membayar lebih tinggi demi mendapat kualitas yang terbaik. Hal itu dikarenakan penghasilan masyarakat Mesir yang rata-rata sudah mencukupi.
Jika penyedia melakukan penurunan harga maka akan ada pengorbanan kualitas.
Sebaliknya, jika penyedia meningkatkan kualitas maka akan ada pengorbanan harga yang lebih tinggi untuk meningkatkan layanan atau penambahan teknologi. Ada pula asumsi yang dapat diberikan adalah penyedia terlibat dalam persaingan harga. Berdasarkan asumsi ini, misalnya elastisitas kualitas meningkat, maka penurunan harga kemungkinan besar dicapai dengan efisiensi. Tapi kalau permintaannya inelastis, persaingan harga dapat menyebabkan kualitas yang rendah. Lain halnya jika penyedia cenderung lebih dalam persaingan kualitas, hal itu akan sangat penting untuk memahami aspek-aspek yang diinginkan konsumen. Jika konsumen responsif terhadap aspek kualitas yang meningkatkan hasil kesehatan, pemerintah mungkin lebih mengandalkan kekuatan pasar untuk menjamin kualitas layanan.
Pada jurnal ini ada hipotesa proporsi relative bawha sector swasta memegang angka lebih tinggi dan rela membayar lebih tinggi dibandingkan memilih sector publik yang kualitasnya terhitung rendah. Setelah itu pada penelitiannya ditemukan bahwa pasien lebih responsive pada perubahan kualitas daripada perubahan harga. Ini disebabkan karena yang dibahas disini adalah sector kesehatan yang mempertaruhkan nyawa, maka pengorbanan berupa materipun rela dilakukan. Selain itu pada penelitian terdalulu juga ditemukan bahwa elastisitas pendapatan pengeluaran perawatan kesehatan > 1 , dimana itu berarti bersifat elastis. Ini berarti seiring dengan bertambahnya pendapatan, maka porsi dari pendapatan juga akan lebih besar untuk pergi ke pelayanan kesehatan.
Jurnal 11
Perusahaan Bahan Bakar di Swiss
Efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar.
Penelitian ini meneliti efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar.
Dilakukan experimen-experimen :
SP-1 : Dampak Perubahan Harga atas Kepemilikan Kendaraan
Hasil : bahwa dengan naiknya harga bbm, masyarakat mengubah pola pikir mereka. Mereka menjadi enggan untuk memakai kendaraannya atau membeli kendaraan.
SP-2: Harga Bahan Bakar di Wilayah Tertentu
Hasil : bahwa ada perbedaan harga di wilayah pedesaaan dan perkotaan. Yaitu harga di perkotaaan lebih mahal daripada di pedesaan. Karena bedanya tingkat permintaan.
SP-3: Efek Perubahan Harga di 2 Wilayah yang Berbeda
Hasil: di 2 wilayah yang berbeda, antara perdesaan dan perkotaan efek perubahan harga terjadi karena sifat elastisitas di perkotaan bersifat elastis karena populasi di perkotaan lebih besar sedangkan di pedesaan bersifat in-elastis karena populasi masyarakatnya yang kecil.
Efek jangka panjang yang akan terjadi adalah kemungkinan pendapatan substansian dalam biaya transportasi terutama dalam harga BBM membuat orang bereaksi mengatur jarak tempuh dan mengubah jenis mobil dan memilih mesin yang lebih kecil atau lebih hemat bahan bakar seperti mobil hibrida/ diesel.
Untuk jangka panjang, elastisitas harga bensin berkisar antara -0,14 sampai -0,54 dan diesel 0,32. diesel disini merupakan bahan pengganti yang disebabkan oleh responden yang mengganti mobil BBMnya jadi mobil diesel.
Harga BBM naik tidak berarti menaikan atau menurunkan permintaan dari BBM tersebut, masyarakat lebih melihat efisiensi dari penggunaan bahan bakar yaitu dengan menggantinya dengan diesel.
Jurnal 12
Trade Liberalization and Labor Demand Elasticity in Indian Manufacturing
ABSTRAK :
Dari hipotesis yang ada , elastisitas permintaan tenaga kerja di industry India meningkat karena adanya liberalisasi perdagangan. Hal itu berdasarkan survei tahunan data industri pada 1980-81 ke 1997-98 dan tren dalam elastisitas dianalisa menggunakan data 1973-74 ke 2003-04. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil ekonometrik penelitian yang serupa, dan menunjukan bahwa liberalisasi perdagangan memiliki dampak positif pada elastisitas permintaan tenaga kerja di industry india.
Elastisitas permintaan tenaga kerja di industri pascareformasi lebih rendah dalam hal ini ialah minimumnya lapangan pekerjaan yang tidak dapat meresap semua labor maka dari itu tingkat labor mengalami kenaikan pada masa pascareformasi. Hal ini disebabkan karena ukuran yang signifikan untuk liberalisasi perdagangan dan melemahnya kekuasaan serikat buruh.
Liberalisasi perdagangan menunjukan efek positif terhadap elastisitas permintaan tenaga kerja tetapi jika dilihat berdasarkan fungsi kerja, hal itu tidak menunjukan peningkatan elastisitas permintaan tenaga kerja pada masa pasca-reformasi dibandingkan dengan periode sebelum reformasi.
Ada alasan untuk percaya bahwa liberalisasi perdagangan akan menyebabkan peningkatan (nilai absolut)yaitu elastisitas permintaan tenaga kerja terhadap tingkat upah. Peningkatan didalilkan dalam elastisitas permintaan tenaga kerja yang timbul dari liberalisasi perdagangan memiliki implikasi penting bagi hasil pasar tenaga kerja, terutama di negara berkembang.
Peningkatan elastisitas permintaan tenaga kerja akan menyebabkan guncangan pekerjaan dan upah yang lebih besar berasal dari guncangan dalam produktivitas atau permintaan output. Juga, ketidakstabilan yang lebih besar dalam pekerjaan dan upah akan menyebabkan penurunan daya tawar buruh serta modal dalam pembagian keuntungan .
Liberalisasi perdagangan diperkirakan akan menaikkan elastisitas substitusi antara input tenaga kerja dan lainnya sejak biaya antara yang lebih dan lebih baik menjadi tersedia.
Liberalisasi perdagangan dapat menyebabkan penurunan pangsa biaya tenaga kerja karena barang produksi yg setengah jadi atau belum dirakit produk dapat diimpor oleh perusahaan industri untuk digunakan dalam proses produksi bukan manufaktur dari tahap bahan baku, dan ini dapat menetralisir efek peningkatan elastisitas substitusi antara input dan elastisitas harga meningkatnya permintaan untuk produk-produk dari perusahaan industri dalam negeri.
Kesimpulan
liberalisasi perdagangan meningkatkan elastisitas permintaan tenaga kerja. liberalisasi perdagangan memiliki dampak positif pada elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India, elastisitas taksiran masa pasca-reformasi ini ditemukan lebih rendah dari itu untuk periode pra-reformasi. Pemeriksaan yang mendekati data ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India di masa pra-reformasi, yang berlangsung selama beberapa tahun bahkan setelah mulai reformasi. Tampaknya tren penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja ditangkap dan terbalik sejak pertengahan 1990-an.
Mungkin efek dari reformasi perdagangani lebih kuat pada pertengahan 1990-an. peningkatan yang diamati dalam elastisitas permintaan tenaga kerja pada periode setelah pertengahan 1990-an disebabkan dalam ukuran yang signifikan.
Jurnal 13
Respon konsumen terhadap promosi mengidentikasikan bahwa keputusan konsumen terhadap merk dan banyaknya jumalah produk terhadap potongan harga yg ada pada produk tersebut. Lalu dari informasi tersebut akan menjadi bahan pertimbangan bagi produsen dalam menentukan strategi promosi dan periklanan. Salah satu strategi yang diperlukan adalah positoning yang tepat guna karena akan mengarahkan fungsi suatu iklan, sebab hal tersebut memiliki dampak terhadap sensitivitas harga konsumen.
Pada umumnya sensitivitas harga sebagian besar dirasakan pada kalangan masyarakat menengah kebawah, konsumen menengah kebawah sangat peka akan harga dan alternatif produk. Para konsumen ini biasanya membeli produk pada saat produk tersebut ditawarkan dengan harga yang lebih murah. Namun lain halnya bagi masyarakat menengah keatas yang mempunyai persepsi sendiri tentang harga, dimana mereka menilai harga yang mahal mengidentifikasikan kualitas dari produk tersebut.
Jika sebuah merek memiliki pencitraan yang kuat dengan konsumen maka cenderung memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dan lebih mudah untuk mencapai penetrasi pasar yang lebih besar dan akan menghasilkan lebih efisien pengeluaran biaya dalam mempromosikan produk tersebut. Penelitan dimasa depan harus lebih berkonsentrasi pada aspek karakteristik iklan yang dapat mempengaruhi sifat atau besarnya interaksi dari iklan tersebut.
Jurnal 14
THE IMPACT OF FOOD PRICES ON CONSUMPTION: A SYSTEMATIC REVIEW OF REASERCH ON THE PRICE ELASTICITY OF DEMAND FOR FOOD
Penelitian ini bertujuan untuk memberkan ringkasan mengenai elasitas permintaan harga dan perilaku konsumen Amerika Serikat.
Fenomena yang terjadi di Amerika adalah elastisitas permintaan harga pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat. Berdasarkan studi,31% yang memberikan perkiraan elastisitas harga daging sapi, 29% untuk daging babi, 14% untuk unggas, 10% untuk ikan, 15% untuk susu, 12% untuk keju, untuk sereal 12%, dan untuk buah dan sayuran 11%. Dari sini terlihat bahwa konsumsi pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat.
Dalam menyelesaikan hal ini, peneliti berusaha menghubungkan pemberlakuan pajak dan subsidi untuk menganalisis dampaknya terhadap harga bahan makanan. Dengan menetapkan sejumlah pajak kepada bahan makanan yang kurang sehat, maka diharapkan permintaan akan bahan makanan yang kurang sehat menurun seiring dengan kenaikan harga karena pajak. Sebaliknya subsidi diberikan kepada bahan makanan sehat dengan tujuan untuk menurunkan harga sehingga permintaan akan bahan makanan sehat dapat meningkat, sehingga diharapkan dapat mengubah gaya hidup masyarakat Amerika Serikat menjadi lebih baik.
Dengan pemberlakuan subsidi terhadap harga buah buahan dan sayur mayur menyebabkan penurunan harga sebesar 10%, dan berhasil meningkatkan permintaan akan buah dan sayur sebesar 7,0% untuk buah dan 5,8% untuk sayur, besarnya penurunan harga rupanya tidak meningkatkan permintaan secara signifikan sehingga harga buah dan sayur dikatakan inelastis.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, bahwa walaupun subsidi telah diberikan, pada kenyataannya tidak dapat meningkatkan peningkatan permintaan secara signifikan, dari kasus tersebut dapat diasumsikan bahwa, harga bukanlah satu satunya faktor yang dapat menyebabkan buruknya gaya hidup sebagian masyarakat di Amerika serikat yang dinilai dari tingginya konsumsi bahan makanan tidak sehat seperti fast food, namun ada hal lain yang mempengaruhi, salah satunya ialah gaya hidup. Orang orang di Negara maju cenderung memilih bahan makanan cepat saji dengan alasan efisiensi, sehingga meskipun harga dirubah, tetap saja tidak akan mempengaruhi permintaan akan barang barang tersebut, sehingga sayuran dan buah buahan yang tergolong bahan makanan sehat bersifat inelastic.
Jurnal 15
Estimating the Effect of Urban Density on Fuel Demand
Penelitian ini dilakukan dengan cross-sectional data dari 32 negara besar dari eropa, Canada, asia, Australia dan amerika. Jurnal ini menjelaskan tentang mengevaluasi bagaimana kepadatan jumlah penduduk di perkotaan dapat mempengaruhi permintaan relatif untuk bahan bakar transportasi jalan, memberikan perkiraan elastisitas yang sensitif terhadap pola fasilitas umum. Bahan bakar konsuhttp://www.blogger.com/img/blank.gifmsi per kapita terhadap kepadatan perkotaan diperkirakan dalam rentang -0.33 sampai -0.35http://www.blogger.com/img/blank.gif. Kepadatan penduduk kota terhadap permintaan bahan bakar yaitu inelastic, fenomena di kota yang terjadi, karena banyaknya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah maka jarak yang di tempuh penduduk di perkotaan relative singkat. Pemakaian transportasi umum dapat menghemat pemakaian BBM sehingga dalam pemakaian BBM lebih efisiensi.
Kesimpulan : Harga BBM mempengaruhi permintaan bahan bakar sebagian besar melalui variasi dalam konsumsi bahan bakar per km dan jarak mengemudi bukan kepemilikan mobil. Hal ini dapat mencerminkan harga bahan bakar tidak mempengaruhi permintaan mobil.
Tugas Teori Ekonomi 2
Dosen: Pak Prihantoro
Friday, February 3, 2012
Dalam jangka panjang, apa yang harus perusahaan lakukan saat mengalami kerugian
Dalam situasi persaingan di pasar global yang sangat kompetitif sekarang ini, efisiensi bagi perusahaan menjadi sangat penting, karena yang menjadi tujuan utama dalam strategi produksi adalah menghasilkan output pada tingkat tertentu sesuai dengan permintaan pasar (konsumen), dengan biaya yang seminimum mungkin agar harga jual yang ditetapkan dapat kompetitif di pasar global itu.
Pada semua perusahaan, beberapa kondisi berikut ini berlaku, yaitu perusahaan mendapatkan laba positf, perusahaan mengalami kerugian, perusahaaan mencapai titik impas ( tingkat penghasilan normal yang berarti laba nol). Ketika memperoleh laba positif jangka pendek maka akan mendorong perusahaan untuk terus meraih laba dan untuk berekspansi dalam jangka panjang.
Pada semua perusahaan, beberapa kondisi berikut ini berlaku, yaitu perusahaan mendapatkan laba positf, perusahaan mengalami kerugian, perusahaaan mencapai titik impas ( tingkat penghasilan normal yang berarti laba nol). Ketika memperoleh laba positif jangka pendek maka akan mendorong perusahaan untuk terus meraih laba dan untuk berekspansi dalam jangka panjang.
Perusahaan dalam menjalankan operasinya ada kemungkinan mengalami keuntungan dan kerugian. Ketika perusahaan mengalami kerugian jangka pendek, hal ini akan menyudutkan perusahaan dalam industri, apakah harus berproduksi atau tidak untuk sementara waktu karena masih harus membayar biaya tetap meskipun menghentikan produksi. Ketika kerugian tersebut terjadi dalam jangka panjang akan memaksa perusahaan untuk memutuskan apakah harus mengekspansi atau mengurangi ukuran produksi. Atau harus diputuskan apakah akan tetap bertahan atau keluar dari industri.
Shut-down point bagi perusahaan terjadi apabila harga output (P) sama dengan biaya variable rata-rata( AVC). Pada kondisi ini apabila perusahaan tetap berproduksi dan dapat menjual semua output yang dihasilkan, maka perusahaan tersebut akan rugi sebesar biaya tetapnya. Kerugian sebesar biaya tetap itu juga dialami oleh perusahaan tersebut apabila ia tidak berproduksi. Apabila harga output lebih kecil daripada biaya variable rata-rata (AVC), maka perusahaan tersebut lebih baik menutup usahanya. Karena apabila ia menutup usahanya, maka ia rugi sebesar biaya tetapnya saja. Sedangkan apabila ia meneruskan usahanya, maka ia akan rugi sebesar biaya tetap ditambah dengan biaya variable, yaitu selisih biaya variable rata-rata dengan harga output.
Ketika harga berada di bawah titik minimum (juga merupakan perpotongan dengan biaya marjinal, dan disebut juga titik penutupan usaha - shut-down point) dari kurva biaya variabel rata-rata maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut: penerimaan total lebih kecil dari biaya variabel total, laba operasi menjadi negative, perusahaan akan tutup.
Keputusan penutupan usaha bergantung pada apakah penerimaan bisa menutup biaya variabel. Jika penerimaan bisa diusahakan melampaui biaya variabel, laba operasi bisa menutup biaya tetap dan mengurangi kerugian. Hal ini berarti akan lebih menguntungkan bagi perusahaan untuk terus berproduksi daripada apabila perusahaan tidak melakukan produksi sama sekali. Dengan adanya kegiatan produksi tersebut perusahaan akan dapat menutup sebagian dari beban fixed costnya. Tetapi apabila total revenue nya lebih kecil dari variabel cost nya (TR < TVC), maka sebaiknya perusahaan menghentikan produksinya. Sebab jika kegiatan produksi diteruskan akan mengalami kerugian yang lebih besar bila dibandingkan dengan tidak berproduksi atau menghentikan kegiatannya.
Pada semua perusahaan, beberapa kondisi berikut ini berlaku, yaitu perusahaan mendapatkan laba positf, perusahaan mengalami kerugian, perusahaaan mencapai titik impas ( tingkat penghasilan normal yang berarti laba nol). Ketika memperoleh laba positif jangka pendek maka akan mendorong perusahaan untuk terus meraih laba dan untuk berekspansi dalam jangka panjang.
Pada semua perusahaan, beberapa kondisi berikut ini berlaku, yaitu perusahaan mendapatkan laba positf, perusahaan mengalami kerugian, perusahaaan mencapai titik impas ( tingkat penghasilan normal yang berarti laba nol). Ketika memperoleh laba positif jangka pendek maka akan mendorong perusahaan untuk terus meraih laba dan untuk berekspansi dalam jangka panjang.
Perusahaan dalam menjalankan operasinya ada kemungkinan mengalami keuntungan dan kerugian. Ketika perusahaan mengalami kerugian jangka pendek, hal ini akan menyudutkan perusahaan dalam industri, apakah harus berproduksi atau tidak untuk sementara waktu karena masih harus membayar biaya tetap meskipun menghentikan produksi. Ketika kerugian tersebut terjadi dalam jangka panjang akan memaksa perusahaan untuk memutuskan apakah harus mengekspansi atau mengurangi ukuran produksi. Atau harus diputuskan apakah akan tetap bertahan atau keluar dari industri.
Shut-down point bagi perusahaan terjadi apabila harga output (P) sama dengan biaya variable rata-rata( AVC). Pada kondisi ini apabila perusahaan tetap berproduksi dan dapat menjual semua output yang dihasilkan, maka perusahaan tersebut akan rugi sebesar biaya tetapnya. Kerugian sebesar biaya tetap itu juga dialami oleh perusahaan tersebut apabila ia tidak berproduksi. Apabila harga output lebih kecil daripada biaya variable rata-rata (AVC), maka perusahaan tersebut lebih baik menutup usahanya. Karena apabila ia menutup usahanya, maka ia rugi sebesar biaya tetapnya saja. Sedangkan apabila ia meneruskan usahanya, maka ia akan rugi sebesar biaya tetap ditambah dengan biaya variable, yaitu selisih biaya variable rata-rata dengan harga output.
Ketika harga berada di bawah titik minimum (juga merupakan perpotongan dengan biaya marjinal, dan disebut juga titik penutupan usaha - shut-down point) dari kurva biaya variabel rata-rata maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut: penerimaan total lebih kecil dari biaya variabel total, laba operasi menjadi negative, perusahaan akan tutup.
Keputusan penutupan usaha bergantung pada apakah penerimaan bisa menutup biaya variabel. Jika penerimaan bisa diusahakan melampaui biaya variabel, laba operasi bisa menutup biaya tetap dan mengurangi kerugian. Hal ini berarti akan lebih menguntungkan bagi perusahaan untuk terus berproduksi daripada apabila perusahaan tidak melakukan produksi sama sekali. Dengan adanya kegiatan produksi tersebut perusahaan akan dapat menutup sebagian dari beban fixed costnya. Tetapi apabila total revenue nya lebih kecil dari variabel cost nya (TR < TVC), maka sebaiknya perusahaan menghentikan produksinya. Sebab jika kegiatan produksi diteruskan akan mengalami kerugian yang lebih besar bila dibandingkan dengan tidak berproduksi atau menghentikan kegiatannya.
Thursday, January 26, 2012
Analisis Jurnal
EFISIENSI UNIT-UNIT KEGIATAN EKONOMI INDUSTRI GULA YANG
MENGGUNAKAN PROSES KARBONATASI DI INDONESIA
PENGARANG
VICTOR SIAGIAN
TEMA
Upaya meningkatkan produksi gula nasional melalui perbaikan produktivitas dan efisiensi
LATAR BELAKANG MASALAH
FENOMENA
Latar belakang studi ini berkaitan dengan maraknya isu mengenai pro-kontra impor produk pertanian khususnya gula. Isu tersebut merebak karena dihadapkan kepada kekuatan pihak produsen gula domestik, khususnya petani tebu, akan terancam kelangsungan produksi gula dalam negeri. Kekuatan produsen gula domestik dapat dipahami karena harga pasar gula impor lebih rendah dari harga gula produksi domestik.
RISET TERDAHULU
Produksi gula nasional semakin menurun selama beberapa tahun terakhir. Produksi gula nasional pernah meningkat relatif cepat dalam periode 1980-an, akan tetapi lambat sekali dalam periode awal 1990-an, dan setelah tahun 1994 produksi gula nasional terus menurun. Peningkatan produksi gula adalah disebabkan oleh perluasan areal tanaman tebu, bukan disebabkan oleh peningkatan produktivitas (Sekretariat Dewan Gula, 2001).
Menurut P3GI (1997), salah satu langkah yang perlu ditempuh dalam pembangunan industri gula adalah melalui peningkatan efisiensi pabrik gula. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya efisiensi pabrik gula adalah :
(1) pabrik yang sudah tua,
(2) harigiling yang belum optimal,
(3) kapasitas giling yang kurang dari 2.000 ton tebu per hari dan
(4) jam berhenti giling yang tinggi.
MOTIVASI PENELITIAN
Menurut Statistik Impor, Badan Pusat Statistik 2000, pasokan gula dunia akan semakin terbatas pada sejumlah kecil negara. Kondisi ini dapat menjadi rawan bila ketergantungan impor gula Indonesia dalam jumlah besar. Kecenderungan ini hendaknya dapat menstimulir untuk meningkatkan produksi gula nasional melalui upaya perbaikan produktivitas dan efisiensi dengan sasaran kemandirian dan peningkatan daya saing industri gula nasional dengan prioritas utama pemenuhan kebutuhan gula di dalam negeri.
TUJUAN PENELITIAN
1. Mengukur efisiensi relatif pabrik-pabrik gula yang menggunakan proses karbo-natasi di Indonesia.
2. Mengidentifikasi alokasi input yang sudah dan belum efisien dan cara mengatasinya dalam pengelolaan pabrik gula di Indonesia.
METODOLOGI
SUMBER DATA
Obyek penelitian ini adalah pabrik-pabrik gula yang menggunakan proses karbonatasi sebagai Unit-unit Kegiatan Ekonomi (UKE). Data diperoleh dari Pusat Penelitian Industri Gula (P3GI). Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Dewan Gula Indonesia (DGI), Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Urusan Logistik, sebagai data sekunder. Data mengenai input – output pabrik gula yang menggunakan proses karbonatasi tahun 2002.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan alat analisis DEA (Data Envelopment Analysis). Setiap unit kegiatan ekonomi (UKE) yaitu setiap pabrik gula diukur efisiensi relatifnya.
HASIL DAN ANALISIS
Perbandingan secara kasar tingkat efisiensi antar pabrik gula yang menggunakan proses karbonatasi dapat dilihat dari rasio antara biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Semakin kecil rasio biaya dengan penerimaan mengindikasikan bahwa proses produksi berjalan semakin efisien dan berlaku sebaliknya. Hal ini diakibatkan oleh hubungan adanya hubungan positif antara penerimaan dengan keuntungan dan hubungan negatif antar biaya dengan keuntungan. Sehingga semakin tinggi tingkat penerimaan dengan biaya semakin kecil akan berdampak pada peningkatan perolehan keuntungan perusahaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, penelitian ini dapat menyimpulkan sebagai
berikut:
1. Terdapat dua pabrik gula yang menggunakan proses karbo-natasi yang memiliki tingkat skor efisiensi paling tinggi yaitu Sweet Indo Lampung dan Indo Lampung Perkasa.
2. Pabrik-pabrik gula yang efisiensi relatifnya masih rendah dapat ditingkatkan efisiensinya melalui multiplier input dari pabrik acuannya.http://www.blogger.com/img/blank.gif
3. Pabrik-pabrik gula yang skor efisiensinya rendah, memiliki alokasi penggunaan seluruh input yang belum optimal.
Saran
1. Realokasi penggunaan input untuk pabrik-pabrik gula yang belum efisien agar segera dilakukan.
2. Institusi yang terkait dengan pengelolaan industri gula segera menindaklanjuti upaya peningkatan efisiensi pabrik-pabrik gula di Indonesia, khususnya pabrik-pabrik gula yang menggunakan proses karbonatasi.
Materi kulia: Teori Ekonomi 2
Dosen : Pak Prihantoro
MENGGUNAKAN PROSES KARBONATASI DI INDONESIA
PENGARANG
VICTOR SIAGIAN
TEMA
Upaya meningkatkan produksi gula nasional melalui perbaikan produktivitas dan efisiensi
LATAR BELAKANG MASALAH
FENOMENA
Latar belakang studi ini berkaitan dengan maraknya isu mengenai pro-kontra impor produk pertanian khususnya gula. Isu tersebut merebak karena dihadapkan kepada kekuatan pihak produsen gula domestik, khususnya petani tebu, akan terancam kelangsungan produksi gula dalam negeri. Kekuatan produsen gula domestik dapat dipahami karena harga pasar gula impor lebih rendah dari harga gula produksi domestik.
RISET TERDAHULU
Produksi gula nasional semakin menurun selama beberapa tahun terakhir. Produksi gula nasional pernah meningkat relatif cepat dalam periode 1980-an, akan tetapi lambat sekali dalam periode awal 1990-an, dan setelah tahun 1994 produksi gula nasional terus menurun. Peningkatan produksi gula adalah disebabkan oleh perluasan areal tanaman tebu, bukan disebabkan oleh peningkatan produktivitas (Sekretariat Dewan Gula, 2001).
Menurut P3GI (1997), salah satu langkah yang perlu ditempuh dalam pembangunan industri gula adalah melalui peningkatan efisiensi pabrik gula. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya efisiensi pabrik gula adalah :
(1) pabrik yang sudah tua,
(2) harigiling yang belum optimal,
(3) kapasitas giling yang kurang dari 2.000 ton tebu per hari dan
(4) jam berhenti giling yang tinggi.
MOTIVASI PENELITIAN
Menurut Statistik Impor, Badan Pusat Statistik 2000, pasokan gula dunia akan semakin terbatas pada sejumlah kecil negara. Kondisi ini dapat menjadi rawan bila ketergantungan impor gula Indonesia dalam jumlah besar. Kecenderungan ini hendaknya dapat menstimulir untuk meningkatkan produksi gula nasional melalui upaya perbaikan produktivitas dan efisiensi dengan sasaran kemandirian dan peningkatan daya saing industri gula nasional dengan prioritas utama pemenuhan kebutuhan gula di dalam negeri.
TUJUAN PENELITIAN
1. Mengukur efisiensi relatif pabrik-pabrik gula yang menggunakan proses karbo-natasi di Indonesia.
2. Mengidentifikasi alokasi input yang sudah dan belum efisien dan cara mengatasinya dalam pengelolaan pabrik gula di Indonesia.
METODOLOGI
SUMBER DATA
Obyek penelitian ini adalah pabrik-pabrik gula yang menggunakan proses karbonatasi sebagai Unit-unit Kegiatan Ekonomi (UKE). Data diperoleh dari Pusat Penelitian Industri Gula (P3GI). Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Dewan Gula Indonesia (DGI), Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Urusan Logistik, sebagai data sekunder. Data mengenai input – output pabrik gula yang menggunakan proses karbonatasi tahun 2002.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan alat analisis DEA (Data Envelopment Analysis). Setiap unit kegiatan ekonomi (UKE) yaitu setiap pabrik gula diukur efisiensi relatifnya.
HASIL DAN ANALISIS
Perbandingan secara kasar tingkat efisiensi antar pabrik gula yang menggunakan proses karbonatasi dapat dilihat dari rasio antara biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Semakin kecil rasio biaya dengan penerimaan mengindikasikan bahwa proses produksi berjalan semakin efisien dan berlaku sebaliknya. Hal ini diakibatkan oleh hubungan adanya hubungan positif antara penerimaan dengan keuntungan dan hubungan negatif antar biaya dengan keuntungan. Sehingga semakin tinggi tingkat penerimaan dengan biaya semakin kecil akan berdampak pada peningkatan perolehan keuntungan perusahaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, penelitian ini dapat menyimpulkan sebagai
berikut:
1. Terdapat dua pabrik gula yang menggunakan proses karbo-natasi yang memiliki tingkat skor efisiensi paling tinggi yaitu Sweet Indo Lampung dan Indo Lampung Perkasa.
2. Pabrik-pabrik gula yang efisiensi relatifnya masih rendah dapat ditingkatkan efisiensinya melalui multiplier input dari pabrik acuannya.http://www.blogger.com/img/blank.gif
3. Pabrik-pabrik gula yang skor efisiensinya rendah, memiliki alokasi penggunaan seluruh input yang belum optimal.
Saran
1. Realokasi penggunaan input untuk pabrik-pabrik gula yang belum efisien agar segera dilakukan.
2. Institusi yang terkait dengan pengelolaan industri gula segera menindaklanjuti upaya peningkatan efisiensi pabrik-pabrik gula di Indonesia, khususnya pabrik-pabrik gula yang menggunakan proses karbonatasi.
Materi kulia: Teori Ekonomi 2
Dosen : Pak Prihantoro
Elastisitas Permintaan
Dalam rangka pengambilan keputusan manajerial, maka pihak manajemen harus mengetahui besarnya respon perubahan permintaan konsumen akibat adanya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap suatu barang dapat dibedakan menjadi:
1. Faktor-faktor yang dapat dikontrol oleh perusahaan seperti harga barang itu sendiri dan biaya iklan. Faktor-faktor ini disebut Variabel Endogen
2. Faktor-faktor yang berada di luar kontrol perusahaan seperti pendapatan konsumen, harga pesaing, suku bunga kredit dan lain-lain. Faktor-faktor ini disebut Variabel Eksogen.
Pengukuran kuantitatif besarnya respon perubahan permintaan akibat adanya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap suatu barang disebut Elastisitas.
Sehingga rumus Elastisitas secara umum dapat dinyatakan:
Elastisitas : Persentase perubahan variabel dependen (tidak bebas) akibat adanya perubahan variabel independen (bebas) sebanyak 1%.
Elastisitas Harga Permintaan
Untuk mengetahui sampai sejauh mana respon suatu permintaan terhadap perubahan harga, digunakan suatu pengukuran kuantitatif yang dinamakan Elastisitas Harga Permintaan.
Elastisitas harga permintaan : mengukur besarnya persentase perubahan jumlah(kuantitas) barang yang diminta per periode waktu akibat adanya suatu persentase perubahan harga, dengan menganggap variabel independen lainnya dalam fungsi permintaan konstan.
Elastisitas Pendapatan Permintaan
Elastisitas pendapatan permintaan ini mengukur respon permintaan terhadap perubahan pendapatan dengan menganggap variabel lainnya konstan.
Elastisitas Pendapatan Permintaan dan Jenis Barang
Hubungan Elastisitas Harga Permintaan dengan Hasil Penjualan(Total Revenue = TR)
Terdapat 3 bentuk hubungan antara elastisitas harga permintaan dengan total revenue TR.
1.Apabila [Ep] > 1 (elastis) maka hubungan antara perubahan harga dengan perubahan hasil penjualan adalah negatif, yaitu jika P turun maka TR akan naik,dan sebaliknya.
2.Apabila [Ep]=1 (elastis uniter) maka hubungan antara perubahan harga dengan perubahan hasil penjualan adalah nol. Yaitu jika P naik atau P turun maka TR-nya tidak beruba.
3.Apabila [Ep] < 1 (tidak elastis) maka hubungan antara perubahan harga (kenaikan/penurunan) dengan perubahan hasil penjualan adalah positif. Yaitu apabila harga naik maka TR akan naik dan jika harga turun maka TR juga turun.
sumber :www.mercubuana.ac.id
Mata Kuliah : Teori Ekonomi 2
Dosen :Pak Prihantoro
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap suatu barang dapat dibedakan menjadi:
1. Faktor-faktor yang dapat dikontrol oleh perusahaan seperti harga barang itu sendiri dan biaya iklan. Faktor-faktor ini disebut Variabel Endogen
2. Faktor-faktor yang berada di luar kontrol perusahaan seperti pendapatan konsumen, harga pesaing, suku bunga kredit dan lain-lain. Faktor-faktor ini disebut Variabel Eksogen.
Pengukuran kuantitatif besarnya respon perubahan permintaan akibat adanya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap suatu barang disebut Elastisitas.
Sehingga rumus Elastisitas secara umum dapat dinyatakan:
Elastisitas : Persentase perubahan variabel dependen (tidak bebas) akibat adanya perubahan variabel independen (bebas) sebanyak 1%.
Elastisitas Harga Permintaan
Untuk mengetahui sampai sejauh mana respon suatu permintaan terhadap perubahan harga, digunakan suatu pengukuran kuantitatif yang dinamakan Elastisitas Harga Permintaan.
Elastisitas harga permintaan : mengukur besarnya persentase perubahan jumlah(kuantitas) barang yang diminta per periode waktu akibat adanya suatu persentase perubahan harga, dengan menganggap variabel independen lainnya dalam fungsi permintaan konstan.
Elastisitas Pendapatan Permintaan
Elastisitas pendapatan permintaan ini mengukur respon permintaan terhadap perubahan pendapatan dengan menganggap variabel lainnya konstan.
Elastisitas Pendapatan Permintaan dan Jenis Barang
Hubungan Elastisitas Harga Permintaan dengan Hasil Penjualan(Total Revenue = TR)
Terdapat 3 bentuk hubungan antara elastisitas harga permintaan dengan total revenue TR.
1.Apabila [Ep] > 1 (elastis) maka hubungan antara perubahan harga dengan perubahan hasil penjualan adalah negatif, yaitu jika P turun maka TR akan naik,dan sebaliknya.
2.Apabila [Ep]=1 (elastis uniter) maka hubungan antara perubahan harga dengan perubahan hasil penjualan adalah nol. Yaitu jika P naik atau P turun maka TR-nya tidak beruba.
3.Apabila [Ep] < 1 (tidak elastis) maka hubungan antara perubahan harga (kenaikan/penurunan) dengan perubahan hasil penjualan adalah positif. Yaitu apabila harga naik maka TR akan naik dan jika harga turun maka TR juga turun.
sumber :www.mercubuana.ac.id
Mata Kuliah : Teori Ekonomi 2
Dosen :Pak Prihantoro
Subscribe to:
Posts (Atom)